Bang Chan—Sabiru Fajar Arjuna
Lee Minho—Mentari Senja AksarraㅡSenja punya penyakit asmaㅡ
—Start–
Senja, lelaki berkulit seputih salju dan selembut kapas itu terdiam di kamarnya. Ia mengais oksigen sebanyak banyaknya, napasnya terasa sedikit sesak.
Duduk diam di balkon kamarnya ditemani secangkir teh hangat di sore hari, sambil menikmati matahari yang perlahan turun dan menyisakan gelapnya malam.
Seandainya ada alunan indah dari radio atau ponselnya. Sayangnya, senja terlalu malas untuk bangkit dari posisinya sekarang.
Besok tanggal 25 Oktober —ulang tahun dan hari terburuk dalam hidupnya.
25 Oktober, 3 tahun yang lalu, hari dimana hidup Senja meredup. Hari dimana kapal dan laut menjadi satu. Hari dimana laut merebut paksa Sabiru Fajar Arjuna dari genggamannya. Hari dimana Senja membenci dirinya sendiri.
Senja mengangkat kedua kakinya kemudian ia memeluk kedua kakinya —singkatnya, Senja meringkuk dalam posisi duduk.
"Senja? Makan malam mu mau dibawakan ke kamar saja atau makan bersama?"
Suara itu terdengar dari balik pintu kamar Senja, itu bundanya. "Bawakan ke kamar saja, bunda. Senja janji akan makan."
Suara senja terdengar sangat halus nan lembut, siapapun yang mendengarnya akan merasa sangat tenang.
"Senja?"
Senja menurunkan kakinya, ia bersiap, siapa tahu bundanya akan menyuruhnya untuk membuka kunci pintu kamarnya.
Senja sangat suka mengurung diri, sendirian membuatnya merasa aman.
"Iya, bunda?" Sahut Senja sedikit keras, tapi tetap dengan suara halus nan lembut.
"Napas kamu masih terasa sesak?"
Senja terdiam sebentar. Ia menghela napasnya. "Hari ini baik baik saja, bunda. Senja tidak merasa sesak."
"Bagus kalau begitu. Jam setengah 7 nanti, bunda akan bawakan makan malam untukmu. Malam, Senja...."
Senja menarik ujung bibirnya, menghasilkan senyuman tipis. "Malam juga, Bunda...."
Sedetik kemudian, Senja mendengar suara langkah kaki menjauh dari kamarnya, lama kelamaan suara itu mengecil dan menghilang.
Senja mulai melangkahkan kakinya ke arah laci kecil disamping kasurnya. Ia duduk di kasur miliknya lalu membuka laci kecil itu.
Foto yang ia ambil dari kamera polaroid yang —lagi lagi— ditelan oleh laut, saat itu.
Polaroid yang kebanyakan berisi fotografinya, entah itu bunga, langit, hewan —apapun yang terlihat menarik dimata Senja.
Ia tersenyum tipis, kala melihat sebuah polaroid yang berisikan seorang lelaki yang menjadi objek kesekian jepretan kameranya.
Lelaki yang awalnya hanya menjadi objek jepretan kameranya.
Senja mengambil beberapa polaroid berobjek lelaki yang sama. Ia menatap polaroid polaroid itu dalam.
Tok...
Tok...
"Senja, buka pintunya ya? Bunda mau masuk,"
Senja menyeka liquid bening yang berada di ujung matanya.
Iya, Senja menangis lagi.
"Tunggu sebentar ya, bunda..." Sahut Senja.
Senja menyimpan seluruh polaroid itu dalam laci di samping kasurnya. Kemudian ia berdiri dan membuka kunci pintu kamarnya.