37. Belum Siap.

5.6K 197 1
                                    

"Kalung ini pengganti gelang yang pernah gue kasih dan lo kasih ke gue tapi di buang aghata. Jadi gue sengaja beli kalung yang biasa sih tapi bisa buat pengingat hubungan pertemanan kita"

~Zhezsha Arnasatya Auristela Tamara~

🌼🌼🌼

Suara burung berkicau menyambut pagi duka setelah kematian keponakan direktur rumah sakit.  Beberapa karangan bunga berjejeran di bagian depan Rumah sakit, turut berbela sungkawa atas meninggalnya Clara Arabella Everleigh. Meskipun wanita berdarah belanda itu terhitung baru bergabung di Rumah Sakit, tetapi kemampuannya di bidang operasi tidak diragukan lagi.
Hari ini, tidak ada jadwal operasi sehingga karyawan di staf Ahli bedah dibebaskan dari tugas. Arkan pun sama. Dia juga dibebaskan dari tugasnya khusus untuk hari ini.

Pemandangan di taman Rumah Sakit, dihiasi dengan bunga yang bermekaran, ada yang bewarna merah, ungu dan putih. Sasa memandang takjub bunga - bunga itu sambil duduk manis di kursi kayu panjang. Sudah lama ia bekerja di rumah sakit ini. Tetapi baru sekarang dirinya sempat memandang taman bunga ini dalam waktu yang cukup lama. Karena biasanya wanita cantik itu menggunakan waktunya bekerja dan bekerja. berjalan masuk dan keluar ruangan operasi selalu begitu terus. Tidak ada waktu melihat setiap sudut rumah sakit besar ini yang mendominasi keindahan. Sasa tidak sendiri, ada sosok Arkan yang sibuk mengotak ngatik nomor tidak dikenal, yang sempat menelpon Sasa dan mengancam akan membunuhnya. Sudah 10 menit Arkan berkutat pada ponselnya itu. Membuat wanita muda yang duduk disebelahnya cemberut.
Arkan menghela nafas berat.

"Bagaimana?" Tanya sasa melihat ekspresi Arkan yang sulit diartikan.

"Nomor ini sudah di non aktifkan." Ucap Arkan lagi - lagi menghembuskan nafas berat.

"Yaudahlah, cepat atau lambat kita pasti tahu siapa orang itu" ucap Sasa berusaha optimis, padahal di dalam hatinya ia gusar, akankah hidupnya selalu dalam lingkaran bahaya seperti sekarang ini. Sasa merasa cepat atau lambat pembunuh itu berhasil juga membunuhnya. Ketakutan itu semakin hari semakin meningkat, hidup dikejar - kejar membuat Sasa tidak bebas, terlebih kedua bodyguard selalu membuntutinya. Hidupnya menjadi tidak nyaman oleh karena seseorang yang terobsesi ingin membunuh. Sasa tidak berani mengatakan langsung kepada Arkan ketakutannya. Karena sasa tidak ingin menjadi beban oleh suaminya itu.

"Tetapi kemarin malam sempat saya lacak sebentar, yang menelpon kamu berada di rumah sakit. Sebelum akhirnya signal menghilang" balas Arkan yang kini bahunya sudah menjadi tempat sandaran bagi Sasa.

"Ya pastilah Arkan. Kan usai  membunuh clara" ujar Sasa sambil membenarkan posisi duduknya yang kemudian bersandar kembali pada bahu kekar Arkan.

"Harusnya setelah membunuh, dia pergi. Tetapi dia menelponmu 10 menit setalah membunuh clara. harusnya dia lari dari pengejeran dan berhasil keluar. Tetapi dia masih di rumah sakit ini" ucap Arkan tangannya mengelus lembut bahu Sasa.

"Iya lo benar juga" ucap Sasa menatap wajah Arkan.

"Bisa saja dia orang terdekat. Kamu harus hati - hati dengan siapapun" pinta Arkan pada istrinya itu. Sasa pun menganggukinya.

"Iya arkan. Lalu bagaimana dengan penyidikan. kamu sudah menemukan bukti?" Tanya Sasa sambil menggenggam tangan Arkan.

"Sudah. tetapi masih perlu bukti lain" ucap Arkan membelai lembut rambut sasa yang tersibak oleh Angin.

"Siapa yang lo curigai?" Tanya sasa mengerutkan keningnya. Di dalam daftar hitamnya tertulis nama Aghata.

Mendengar pertanyaan sasa, arkan diam sejenak, matanya yang tadi menatap lembut Sasa, ia alihkan ke bunga - bunga cantik yang bermekaran.

I Love You My Captain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang