29. Musibah

6K 190 0
                                    

"Dok, tekanan darah pasien menurun drastis. dok, pasien kritis, jantungnya menunjukkan reaksi ketidaknormalan." Ucap dokter Ana, seketika ruangan operasi ini menjadi panik. Kalian panik, gue juga lebih panik

"Dok, SPO2 nya juga menurun" ucap Nia melaporkan kondisi O2 pasien. Ini buruk.

"suhu tubuhnya 38,6°C dok" ucap Rangga lagi rekan tim gue. Mata gue seketika menatapnya usai bicara.
Kemudian Cipratan darah mengenai baju operasi gue setelah gue membuka lapisan sedikit demi sedikit. Kacau, ini benar-benar kacau.

"Lakukan transfusi cepat!"

"Berapa kolf dok?" Tanya dokter rangga.

"Kalian lihat perdarahannya. Sesuaikan, harus gitu saya suapin terus kalian biar tahu?!!" ucap gue sarkas. Duh ada apa sih. Kenapa gue rasanya tuh pengen marah. Ga biasanya gue kayak gini. Gue ga bisa kontrol. darah yang keluar juga banyak. Gue ga mau pasien ini nantinya sampai kehilangan nyawanya, ketika gue tinggal. Tapi gue juga ga bisa terus lanjutin.
Tremor gue semakin tak terkendali.

"Ana. Gantikan posisi saya." Ucap gue akhirnya. Gue rasa ini tindakan tepat dengan meminta ana menggantikan posisi gue.

"Tapi dok"

"Saya percayakan kamu. Kamu pasti bisa menangani"

"Baik dok"

"Semangat" ucap gue kepada mereka yang berjuang. Jujur baru kali ini gue dihadapkan situasi yang seperti ini. 5 menit saja jika perdarahan tidak segera diatasi baik maka pasti nyawa sudah melayang. Gue keluar dari ruang operasi dan membersihkan diri terlebih dahulu. Gue masuk ke ruangan Clara. Clara yang masih bersama pak Arif memantau operasi apendisitis. Gue manfaatkan situasi ini untuk mencari sesuatu di ruangan Clara, mungkin dia mencampurkan sesuatu ke makanan yang gue makan.

Ternyata diatas mejanya ada bungkus obat Antidepresan. Yang memang efek sampingnya adalah tremor. Dia sengaja membuat gue tremor pada saat memimpin operasi. Supaya penilaian pak Arif buruk terhadap gue. Gue harus nemuin pak Arif alias pak direktur untuk menjelaskan ini semua. 10 menit lagi Operasi pasti sudah selesai dan pak arif pasti di ruangannya. Semoga dokter Ana bisa menangani dengan baik.

🌼🌼🌼

"Apanya yang hebat dari seorang dokter yang tremor ketika mengatasi pasiennya" gue baru sampe di depan pintu ruangannya, begitu jelas terdengar seseorang membicarakan gue.

"Biasanya tidak seperti itu. Ini pasti terjadi kesalahan"

"Saya melihat sendiri. Lupakan saja untuk menjadikannya direktur ahli bedah selama beberapa tahun kedepan. Kau juga mempunyai keponakan yang lebih berkompeten dari dia. Berikan jabatan itu pada keponakanmu" seketika hati ini merasa sakit mendengarnya. Karena satu kesalahan yang gue perbuat dampaknya jadi sebesar ini. Gue ga nyangka cara Clara memang licik.

"Baik. Akan saya coba bicarakan dulu dengan dokter Sasa"

Tok.. tok!!

Setelah mengetuk pintu gue masuk ke ruangan direktur. Dan bapak yang membicarakan gue tadi langsung keluar.

"Siapa orang itu pak?" Tanya gue penasaran. Kenapa hanya karena omongannya, pak arif percaya kalau ini murni kesalahan gue.

"Dia tim KARS ( Komisi Akreditasi Rumah Sakit). Karena saya tahu hari ini dia datang bersama timnya untuk melakukan penilaian jadi saya mempercayakan kamu memimpin operasi tadi. Tetapi hasilnya benar-benar diluar dugaan saya" gue tercengang. selama ini juga setiap kali gue mimpin operasi selalu diawasi direktur dan para jajarannya dari Atas. Kenapa sekarang pas adanya kesalahan, gue harus memikul ini semua sendirian.

I Love You My Captain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang