51. Di Pulau Sebaru.

4.7K 182 2
                                    

Di tengah hutan belantara, dua orang laki - laki dan perempuan berlari menuju tempat yang aman, menghindari kawanan orang yang mengejar mereka, tampak wajah Sasa dan rambutnya yang sudah tidak karuan, setelah selamat dari gerbang kematian. Rambutnya memang terlihat lebih acak - acakan, gaun yang ia kenakan tampak tidak beraturan, Sasa yang tanpa alas kaki harus berlarian, kakinya yang putih mulus kini banyak goresan karena ranting - ranting pepohonan.

"Kelvin gue capek" ucap Sasa dengan nafas ngos - ngosan ia menghentikan larinya di tengah hutan.

"Ayo!! kamu harus kuat" ucap Kelvin yang menyemangatinya, di tubuh kekar Kelvin sudah penuh keringat, dirinya yang belum sempat memakai baju langsung saja membawa lari Sasa.

"Gue ga kuat. Please jangan paksa gue" ucap Sasa. Dadanya terus naik turun. Pernafasannya cepat. Kelvin yang melihat merasa iba, akhirnya dia memutuskan untuk menggendong Sasa dengan punggungnya.

"Yaudah ayo naik" ucap Kelvin yang membungkuk. Membiarkan punggungnya agar dinaiki oleh Sasa. Sasa pun mau, mengingat kondisinya yang lemah, tidak kuat lagi mengandalkan kedua kakinya untuk berjalan.

"Vin sampe kapan kita lari terus dari mereka?" Ucap Sasa kepalanya berada di sebelah kanan bahu kelvin. Karena jalanan yang tidak mulus, ada banyak ranting pohon dan tangkai pohon yang menghalangi langkah Kelvin, membuat hidung Sasa tidak sengaja mencium rambut cepak Kelvin.

"Harum. Beda banget sama rambut gue yang udah lengket, lepek, padahal baru kemarin ke salon" gumam Sasa dalam hati.

"Sampe mereka tidak mengejar kita lagi." Ucap Kelvin yang menjawab pertanyaan Sasa tadi.

"Vin. Maaf ya gue ngerepotin lo" ucap Sasa yang tidak enak hati, merasa telah merepotkan Kelvin.

"Harusnya dari tadi kamu ngomong begitu" ucap Kelvin yang sebenarnya hanya bercanda tapi ditanggapi serius oleh Sasa, perubahan wajahnya begitu mencolok.

"Lo turunin gue kalau gitu!!. Biar gue hadapin mereka" ucap Sasa yang jengkel dengan omongan Kelvin.

"Dengan cara apa? Menjemput kematian kamu?" Ucap Kelvin. Kemudian langkahnya terhenti.

"Kata lo kan semua udah kehendak Allah. Kalau gue mati berarti kehendak Allah juga" jawab Sasa yang ditanggapi senyum tipis oleh Kelvin.

"Tapi bukan berarti manusianya ga berusaha" balas Kelvin membenarkan. Kemudian melanjutkan langkahnya kembali sambil membawa beban di depan dan di belakang. Di depan tas Ranselnya, di belakang tubuh Sasa.

"Ya terserah lo deh" jawab Sasa pasrah. Sasa merasakan hawa tubuhnya yang sudah tidak enak.

Krukkk.. krukkk...

"Bunyi apa tuh?" Tanya Kelvin yang menghentikan langkahnya lagi, ketika mendengar bunyi itu.

"Perut gue. Gue laper." Ucap sasa lemah. Wajahnya sudah terlihat pucat. Konjungtivanya anemis, Skleranya bewarna ikterik.

"Oh jadi kamu ga kuat Lari karena Laper." Kelvin baru memahami Sasa yang kelaparan, wajar Saja, karena sudah dari kemarin pagi adalah makan terakhirnya.

"Iya vin. Eh isi tas ransel lo ada makanan ga?" Tanya Sasa suaranya melemah.

"Ada. Emang kenapa?" Tanya Kelvin yang pura - pura ga faham maksud Sasa. Dia berpikir Jika berhenti sekarang dan membiarkan Sasa makan, maka pembunuh itu pasti berhasil menemukan mereka.  Kemudian melanjutkan langkahnya kembali.

"Pake tanya. Dasar cowok ga peka banget" ucap Sasa sambil memukul dada Kelvin.

"Saya masih bisa denger" ucap Kelvin, sebenarnya ia mengajak Sasa bergurau agar melupakan masalahnya.

I Love You My Captain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang