49. Tidak Kondusif.

4.5K 167 0
                                    

Suara derap langkah kaki terdengar menggema di ruang tunggu kamar operasi itu. Kemudian datanglah keluarga Sasa. Satya, Arna, Fero dan Devi istrinya, mereka berjalan tergopoh gopoh menemui keluarga Arkan yang sedang duduk di kursi panjang itu.

"Bagaimana keadaan Arkan?" tanya Satya kepada Hamdan yang kemudian memeluk papanya Sasa itu.

"Arkan baik - baik saja. Tuhan masih melindunginya." Ucap Hamdan, kemudian melepaskan pelukannya.

"Lalu bagaimana dengan Sasa?" tanya Arna yang bertanya dengan mata yang sudah berkaca - kaca.

Hamdan menarik nafas panjang kemudian menjawab. "Sasa masih belum bisa ditemukan" ucapnya yang langsung ditanggapi histeris oleh Arna. Sebagai seorang ibu tentu saja ia sangat mengkhawatirkan keberadaan putrinya itu.

"Apa??!! Sasa masih belum bisa ditemukan?? Dimana dia Pa? Dimana anak kita??!!." Jerit sekaligus tangis Arna tidak bisa ditahan dan dibendung. Arna tidak kuasa menerima kenyataan bahwa putrinya harus menderita seperti ini.

"Sasa dimana kamu sebenarnya" gumam Fero. Sebagai Abang, dia juga khawatir Akan keselamatan adiknya.

"Apa salah Sasa pa??" tangisnya melemah, kemudian pingsan di pelukan suaminya. Fero dan Devi membantu memapahnya ke kursi ruang tunggu dan mencoba mengusap aroma minyak kayu putih di hidungnya untuk menyadarkannya. Baik Hamdan, Aldo, Dina dan Nia menatap sedih mamanya Sasa.

Melihat keadaan yang semakin tidak terkendali, Aldo gusar, akhirnya ia memutuskan untuk ikut ke dalam pencarian.

"Bunda, Ayah, Saya tidak bisa diam disini. Saya harus membantu menemukan mbak Sasa. Karena bawahan dan para junior abang mereka juga berjuang mengabaikan karir mereka demi menyelamatkan istri komandannya" ucap Aldo kepada Sang Ayah, hamdan yang mengerti maksud baik putranya itu pun mengangguk setuju.

"Baiklah nak. Kamu hati-hati" pesan Hamdan kepada sang putra.

Nia yang mendengar percakapan antara suami dan mertuanya itu lantas berdiri dari duduknya dan menggenggam jemari Aldo. Ia mendukung suaminya untuk mencari istri kakak iparnya itu.

"Mas kamu bawa mbak Sasa kembali ya. Dan kamu juga harus Hati - Hati" ucap Nia menatap lembut sang suami. Aldo yang balas menatap baru menyadari karena sedari tadi Nia hanya menunduk tidak terlihat kantong hitam di bawah matanya yang begitu cekung.

"Iya sayang" Ucap Aldo kemudian mencium puncak kepala istrinya yang begitu dicintainya itu. Aldo pun beranjak pergi dari ruang tunggu itu tetapi langkahnya harus terhenti saat seseorang memanggilnya.

"Aldo tunggu!!" teriak Fero. Aldo pun menoleh. Langkah kaki Aldo begitu cepat sehingga Fero harus berteriak agar sampai ke telinga Aldo.

"Saya ikut" Ucap fero yang diangguki oleh Aldo.

"Mas" tangan Devi mencekal tangan kanan Fero. Devi merasa khawatir.

"Jangan khawatir. Mas akan pulang dan tentunya membawa Sasa" ucap Fero kepada istrinya, melepaskan cekalan tangan Devi. Tangannya mengelus lembut kedua pipi sang istri. Kemudian fero melangkah pergi.

Mereka pun pergi untuk melanjutkan pencarian Sampai Sasa benar - benar ditemukan.

Sementara itu, ibunya Sasa perlahan sudah membuka mata. Ingatannya kembali Saat dimana ia mengetahui Sasa belum diketahui keberadaannya.

"Pa, Sasa pa." Arna kembali melanjutkan tangisnya, Satya mencoba menenangkan istrinya itu dengan menepuk pelan bahu sang istri.

"Sasa pasti baik - baik saja. Mama yang tenang ya." Ucap Satya berusaha menenangkan sang istri. Padahal hatinya sendiri sebenarnya gusar mengetahui sang putri yang hilang entah kemana.

Setelah diberikan perawatan di ruang operasi, Keadaan Arkan sudah membaik, Arkan dipindahkan ke ruang rawat inap. Kemudian mereka semua yang berada di ruang tunggu mengikuti perawat serta koas yang mendorong brangkas milik Arkan.

Tampak Nia dan Devi yang berjalan berdampingan mereka saling menguatkan satu sama lain.

Satya dan Hamdan, serta Arna dan Dina keluarga besan itu juga tampak menguatkan satu sama lain.

"Mbak devi" panggil Nia pelan, devi yang dipanggil lantas menoleh dan tersenyum menanggapi.

"Iya ada apa Nia?" Tanya Devi lembut.

"Kita ga akan bisa tenang. Sebelum kita juga turun tangan dalam pencarian." Ucap Nia. Sebenarnya pikirannya dari tadi pun hanya memikirkan keberadaan Sasa.

"Iya Nia. Aku juga sangat khawatir dengan Sasa. Apa kita ikuti mereka?" Ide devi disambut senyum sumringah oleh Nia.

"Tapi kemana arah mereka? Kita tidak tahu" tanya Nia yang kemudian bingung.

"Aku memasang GPS di Handphonenya mas Fero. Itu kemudahan aku untuk menemuinya sewaktu - waktu. Tapi dengan kondisimu sekarang, apa mungkin kamu kuat untuk ikut ke dalam pencarian?" Tanya Devi yang ragu dengan kondisi Nia yang bisa drop sewaktu - waktu.

"Saya seorang dokter mbak. Saya bisa mengatasi diri sendiri. Mbak tenang saja. Luka ini tidak begitu parah" ucap Nia dengan tingkat kepercayaan dirinya. Padahal lukanya itu akan berakibat infeksi jika dia sendiri tidak bisa melakukan perawatan dengan baik.

"Tapi bagaimana caranya bilang ke mereka.?" Tanya Devi matanya mengarah kepada dua besan yang sedang duduk saling menguatkan itu. Kini mereka sudah di depan ruang rawat inap Arkan, disitu juga terdapat kursi panjang dengan pemandangan taman berukuran kecil serta ada pancuran air. Sedangkan di dalam Kamar tempat rawat inap Arkan merupakan kelas atas jadi tidak di campur dengan pasien lain. Tempatnya juga seperti kamar hotel, terdapat kulkas, TV dan Sofa yang ukuran sedang. Cukup untuk 3 sampai 5 orang untuk duduk di sana.

"Kita terpaksa berbohong" putus Nia. Karena jikalau mereka jujur pun tidak akan ada yang mengizinkan mereka untuk ikut.

"Bunda,, Ayah,, Om dan tante kita berdua permisi ke toilet dulu" ucap Nia kemudian merangkul tangan Devi untuk melanjutkan rencana mereka. Devi hanya tersenyum kecil. Wanita itu tidak biasa berbohong.

"Iya nak" jawab bundanya arkan yang masih lemah.

Setelah berada di parkiran, Nia baru ingat kalau dia tidak membawa mobil, karena ke rumah sakit saja dia menggunakan mobil Arkan bersama dengan Aldo.

"Astaga. Saya ga bawa mobil mbak" ucap Nia menepok jidatnya.

"Ini." Ucap devi menyerahkan kunci Mobil Fero.

"pake mobilnya mas fero. Suami aku juga satu mobil sama suamimu" ucap Devi membenarkan.

"Oh iya benar juga." Mobil yang dipakai Fero dan Aldo adalah mobil Fortuner milik Arkan. Kemudian mereka melajukan mobilnya Fero sesuai GPS yang menunjukkan dimana lokasi Mereka. Nia yang masih terkadang merasakan nyeri di punggungnya harus menahan, ia menyetir mobil karena Devi tidak bisa mengendarai Mobil.

¤¤¤

Di dalam ruangan, tampak Arkan yang terbaring dengan mata yang masih terpejam dan dengan terpasang infus yang ada di punggung tangan kirinya.

"Arkan tolongin guee!!"

"Arkan tolong!!"

"Arkan Gue takut!!"

"Sasa, Sasa" gumam Arkan matanya masih terpejam. Wajahnya berkeringat. Arkan gelisah. Ia berulang kali menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.

"Arggghh!!. Arkan tolong.!!" teriakan Sasa semakin menggema di telinganya.

"Arkan selamat tinggal" suaranya lembut kemudian perlahan-lahan menghilang.

"Tidak!!. jangan Sasa!!" Teriak Arkan.

¤¤¤

Maap yaa kalau kalian banyak menemukan typo - typo. Ini aku tuh sambil nulis sambil dengerin temen aku yang curhat wkwkwk.
Setelah Arkan yang ga ada kini giliran Sasa yang ga ada. Tunggu di part selanjutnya😉😊

Happy reading...😍😍
Salam bahagia..😘😘
Salam Sehat...😍😍

I Love You My Captain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang