Menikah dengan Eve, begitulah caraku menyebut nama istriku, adalah menyenangkan. Eve, wanita dengan otak sangat brilliant, lawan bicara yang tangguh, membuatku selalu merasa semangat menceritakan banyak hal padanya. Aku seperti membuka sebuah buku ensiklopedia setiap kami, membuka sebuah topik obrolan.
Eve pengetahuannya sangat luas, bahkan untuk hal – hal diluar bidang kedokteran sekalipun. Dia juga tipikal istri yang selalu menanyakan 'how's your day?' dengan cara yang sangat attractive, dan membuat ku selalu otomatis menjawab dengan sederetan cerita yang panjang. Dan dia akan duduk entah didepanku, atau disampingku, bahkan kadang sambil tengkurap diatas dadaku, menyimak dengan pentuh antusias. Sesekali menimpali, dan setiap kali dia menimpali topik pembicaraan, respon nya selalu pas dan cerdas. Bahkan terkadang melontarkan berbagai macam kemungkinan dan analisa, yang mungkin tidak terpikirkan olehku sebelumnya.
Eve memang bukan tipikal ibu rumah tangga yang akan memasak, mencuci, membereskan rumah. Apalagi memanggang kue dikala weekend. Sabtu. Tugasku untuk mengantar jemputnya jadwal praktik dari pukul 1 siang sampai 4 sore.
Mama sempat menanyakan padaku, dengan sangat hati – hati, apakah aku tidak ingin meminta Eve untuk mengurangi jadwal praktiknya sedikit? Well, aku tidak mau menjadi suami yang demanding, seperti aku juga menikmati gaya Eve yang tidak demanding padaku. Dan aku tidak mau menjadi suami yang otoriter, sebagaimana Eve juga tidak pernah menunjukan ekspresi wajah kesal apalagi keberatan, setiap kali aku bekerja harus sampai larut malam.
Aku memang sangat berhati – hati dalam menganalisa Eve sebelum kami menikah. Belajar dari pernikahan Barra, dimana Kanaya selalu bersikap seolah – olah dia baik – baik saja dengan sikap Barra yang workaholic, dan Barra yang pura – pura tidak masalah tidak mendapatkan belaian kasih sayang istri dirumah, dan berakhir bencana bagi mereka berdua.
*****
"weekend baking as usual ya Nay?" responku, melihat Kanaya yang sedang membuka pintu oven di dapur keringnya. Dia hanya menoleh dan tersenyum padaku. Kanaya is such as sweetheart and my cousin was a totally jerk for letting her down.
"biasa deh yan, mas Barra mana bisa hidup tanpa cemilan kan? Tuh nurun ke si Naufal, kalau makan ampuun porsinya" Kanaya tertawa menceritakan tingkah polah suami dan anak sulungnya. Dikatakan anak sulung karena dia keluar 5 menit lebih dulu dari perut ibunya.Entah kenapa, pertama kalinya dalam satu tahun belakangan hidupku, aku terenyuh melihat interaksi dalam keluarga Barra Kanaya ini. melihat bagaimana Kanaya meladeni dua anak kembar + sepupuku itu. Barra yang nampak garang di kantor, dan manja nya bikin ku mau muntah kalau bersama istrinya.
Tapi, somehow, aku merasa aku pun ingin diperlakukan seperti itu, weekend bersantai dirumah, dikelilingi anak – anakku.
Ya, satu tahun, aku baru menyadarinya, pernikahanku sudah menginjak satu tahun lebih, dan kami masih berdua saja. Padahal, kami sama sekali tidak berniat menunda, memakai pengaman saja tidak, walau kami juga tidak pernah memikirkan akan jadi atau tidak setiap kali kami melakukannya.
Kami hanya fokus pada aktifitas sex kami saja, tanpa ambil pusing hamil atau tidaknya.
Eve, perempuan itu, dia berhasil membuatku meninggalkan dayang – dayangku, begitu aku memutuskan untuk hanya jalan dengan dia saja.
"Yan.. kenapa bengong, ayo sini makan kue nya" panggilan Kanaya membuyarkan lamunanku, dan membuatku melangkah mendekati mereka.
Ya, beginilah aku, disaat weekend mereka berkumpul sekeluarga, aku malah numpang disini untuk merasakan kehangatan keluarga.
Selama ini aku tidak merindukan hal – hal seperti ini, tapi kenapa hari ini aku merasakan hal yang berbeda? Apakah ekspektasiku terhadap Eve semakin meningkat?
KAMU SEDANG MEMBACA
chasing you back ( where are you Zara?)
RomanceWarning! Adult content 21+ Penyesalan selalu datang terlambat. Sesuatu yang berharga, baru akan terasa ketika sudah kehilangan. Bagaimana cara mendapatkannya kembali? Adrian Kamil Nasution : Dosaku ke Zara terlalu besar, bahkan mungkin tidak termaaf...