Zara,
Kondisi Arsya sudah semakin membaik, dua hari setelah transfusi kondisinya semakin segar. Hasil tes lab nya juga menunjukan angka thrombosit yang mulai merangkak naik. Tapi ada satu yang merangkak turun kondisinya, bang Adrian.
Entah kenapa, sejak dia mengecup bibirku dengan lembut malam itu, kami bukannya semakin dekat, tapi semakin menjauh. Dia kelihatan sangat menjaga jarak padaku. Bahkan dia selalu meminta Gavin untuk menemaniku berbagai hal, seperti ketika aku turun membeli makanan, ketika aku ke minimarket untuk keperluan membeli sesuatu, dan berbagai kesempatan lainnya.
Bang Adrian tampaknya hanya ingin fokus pada Arsya. tidak ada lagi dia yang berusaha mendekatiku seperti kemarin – kemarin. Tidak ada lagi canda tawanya yang jahil kepadaku. Aku bahkan tidak lagi mendengar dia berusaha memanggilku sayang, babe, baby dan apapun itu.
Aku jujur saja, patah hati. Aku masih sangat mencintainya. Tapi mungkin tidak dengan bang Adrian, dia hanya ingin kebersamaan dengan Arsya. aku tidak bisa menyalahkannya, karena salahku juga. Andai dulu aku tidak buru – buru mengambil kesimpulan, dan melarikan diri darinya, mungkin kami akan bersama dan baik – baik saja. nyatanya, bang Adrian sekarang menjelma menjadi sosok ayah yang hebat dan luar biasa.
Aku tahu, kadang dia menemui Arsya dalam kondisi yang sudah sangat kelelahan. Tapi dia selalu mengusahakan waktu untuk Arsya, walau mungkin hanya sebentar saja. walau mungkin hanya sekedar menemani bermain yang hanya berkisar 1 – 2 jam saja, karena dia baru kembali bekerja. Tapi tidak pernah dia tidak menemani Arsya. bahkan ketika dia berdinas keluar negri sekalipun, dia tidak pernah absen untuk ber video call dengan Arsya, sebagai syarat penghantar tidur Arsya.
Aku pikir, kegiatan kami yang rajin berbincang via telepon setiap pagi, setiap dia berangkat kerja, adalah sebuah kemajuan. Belum lagi aktifitas kami melakukan panggilan video call, yang kadang hanya berdua saja tanpa Arsya setiap malam. Kami sudah seperti orang yang tengah berpacaran. Walau tidak ada rayuan – rayuan gombal dari bang Adrian. Walau kadang hanya saling menceritakan aktifitas masing – masing. Tapi aku merasa sudah dijadikan bagian penting, dari hidup bang Adrian.
Tapi segalanya berubah sejak hari ke 4 Arsya dirawat. Bang Adrian menjaga jarak lagi. Kali ini aku tidak tahu kenapa lagi.
Dia tidak banyak bicara, hanya menanyakan soal Arsya, Arsya dan Arsya. bukan aku cemburu pada Arsya, tapi terkadang, ada sudut hatiku yang juga ingin diperhatikan oleh bang Adrian.
Gavin justru sebaliknya, dia tampak lebih perhatian beberapa hari ini. selalu menempel padaku, menanyakan setiap kebutuhanku, menanyakan apa aku menginginkan sesuatu. Dan yang pasti, tidak lagi mengangkat isu keberadaan bang Adrian, yang masih saja ada disekitar kami.
****
Hari ini Arsya pulang.
Aku membereskan barang – barang yang cukup banyak ini, kami 9 hari menginap di rumah sakit. Dan Arsya masih harus melanjutkan istirahatnya dirumah, dan kontrol ke dokter beberapa kali. Bang Adrian membereskan barang – barangnya, dan beberapa barang – barang Arsya. Gavin tidak ada yang dibereskan, hanya barang bawaannya hari ini saja, karena dia hari ini tidak bisa mengantar pulang, dia harus segera ke Balikpapan melanjutkan pekerjaannya.
Selesai merapihkan barang – barang, bang Adrian turun untuk menyelesaikan administrasi. Aku menahan lengannya ketika dia hendak keluar dari kamar.
"bang... aku boleh ikut andil ya?" tanyaku, aku merasa sungkan melihat sikapnya yang menjaga jarak, dan cenderung dingin. Aku merasa memanfaatkan, kalau membiarkan dirinya menanggung seluruh biaya. Aku yang menerima telepon dari pihak administrasi tadi, dan total biaya keseluruhan hampir menyentuh angka 50juta. Aku bisa membantu paling tidak 25% nya. Bang Adrian yang tangan kanannya sudah menggenggam gagang pintu, menoleh padaku dan tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
chasing you back ( where are you Zara?)
RomanceWarning! Adult content 21+ Penyesalan selalu datang terlambat. Sesuatu yang berharga, baru akan terasa ketika sudah kehilangan. Bagaimana cara mendapatkannya kembali? Adrian Kamil Nasution : Dosaku ke Zara terlalu besar, bahkan mungkin tidak termaaf...