Zara,
Sepulang dari bermain dengan bang Ian, Arsya tidak berhenti berceloteh menceritakan betapa serunya semua kegiatan hari ini. Tidak ada yang tidak dia ceritakan. Bahkan dia tidak menghiraukan wajah masam nenek nya, yang tidak suka mendengar kebersamaan mereka.
"sebaiknya kamu coba lagi cari nanny untuk dia. Jadi dia bisa banyak – banyak dirumah aja. Gak usah lagi ketemu – ketemu si Adrian itu" mami memulai kesinisannya pada bang Ian. Arsya sedang duduk di sofa ruang TV yang tidak jauh dari ruang makan ini, menikmati siaran kartun dari Disney Channel.
"mi... aku kan udah bilang, aku bukan gak cari, tapi memang susah mi. Mami kan tahu sendiri, cari nanny yang fasih bahasa Inggris disini susah mi. Ibu – ibu di sekolah Arsya aja semua udah pada antri lama" aku menghela napas lelah "dan soal bang Adrian.."
Mami memandang sinis padaku mendengar ku menyebut namanya "bang? Abang? Sejak kapan abang – abangan?" ucap mami sinis.
"ya dari dulu juga Zara manggilnya memang abang mi, dia itu 7 tahun lebih tua dari Zara" aku masih berusaha menahan emosiku. Mami terlalu menggebu – gebu emosinya.
"kembali lagi ke soal bang Adrian" aku memulai lagi kalimatku "suka gak suka, ini udah terjadi mi. Kita semua tahu, aku juga tahu, cepat atau lambat, ayahnya akan muncul, entah dari mana datangnya. Aku udah sembunyi selama 6 tahun mi... 6 tahun tanpa ketahuan sedetikpun. Aku harus sembunyi berapa lama lagi? Aku juga cape mi hidup terasing, sendirian"
"ya kan kamu sudah ada Gavin sekarang Zara. Buat apa lagi Adrian? Dia dari dulu gak berfungsi apa – apa kan di hidup kamu dan Arsya. Selain nyumbang benih seenaknya" mami masih dengan kesinisannya, yang jujur saja, membuat kepalaku rasanya mau pecah.
"kalau mami lupa, keluarga Gavin gak ada yang nerima aku, gak bapaknya gak ibunya" ucapku dengan nada sarkastik. Aku akui, kehadiran Gavin cukup menemani hari – hari sepiku. Tapi bukan berarti kisah hari – hari kami itu indah, penuh suasana romansa. ini bukan kisah – kisah romantis ala novel – novel, dimana ada pria berhati mulia yang menerima seorang wanita dengan masa lalu kelamnya, dengan tangan terbuka. Keluarganya yang menerima dengan sukarela, menyelamatkan si wanita dari kegelapan lalu hubungan mereka happy ending.
Tidak, bukan seperti itu kisah ku dan Gavin. Awal perjumpaan kami, adalah ketika hari itu Gavin tidak sengaja mengunjungi toko kue tempat ku bekerja semasa kuliah. sebelum SayCheese, aku memang bekerja paruh waktu di sebuah toko kue bernama Michelle's bakery di Victoria Park Shopping Centre, sambil aku menyelesaikan kuliah, yang gajinya lumayan, untuk aku membeli beberapa kebutuhan Arsya. Sejak pertemuan kami hari itu, lalu besokannya dia berkunjung lagi, dan lagi dan lagi. Sampai akhirnya kami terlibat obrolan satu sama lain.
Singkat cerita kami mulai dekat. Awalnya aku menyembunyikan keadaan ku yang sebenarnya. Tapi, sekuat apapun aku menyembunyikan kisah hidupku, akhirnya terkuak juga. Setelah dia beberapa kali mengajakku untuk berkencan, dan aku kerap menolak dengan alasan aku tidak bisa bertukar shift dengan rekan kerjaku, akhirnya kebenaran terkuak juga.
Gavin melihatku sedang berbelanja di supermarket, dengan membawa Arsya, yang kala itu berusia 1.5tahun, masih sangat kecil.
4 tahun yang lalu,
"Zara..?" aku mendengar namaku dipanggil, aku yang sedang mendudukan Arsya di kursi baby pada trolley belanja, sontak menoleh. Aku seketika membeku, ternyata Gavin yang memanggilku, padahal setahuku, minggu ini dia akan berada di Kalgoorlie, bukan di Perth.
"G...Gavin?" aku tergagap, aku kembali menoleh ke Arsya yang menarik – narik lengan jacket ku. Gavin otomatis menatap sesosok anak bayi yang terbungkus mantel tebal, suhu sedang 10 derajat hari ini, sedang tidak ada yang bisa kutitipi Arsya dirumah, daycare juga tutup karena ini hari minggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
chasing you back ( where are you Zara?)
RomanceWarning! Adult content 21+ Penyesalan selalu datang terlambat. Sesuatu yang berharga, baru akan terasa ketika sudah kehilangan. Bagaimana cara mendapatkannya kembali? Adrian Kamil Nasution : Dosaku ke Zara terlalu besar, bahkan mungkin tidak termaaf...