Semalaman rasanya tubuhku remuk redam. Arsya sakit, dia demam, sepertinya dia mau flu, karena hidungnya mulai tersumbat dan terdengar batuk – batuk kecil. Untunglah Azkia sudah mulai bisa tidur terpisah juga, walau kamarnya dan Arsya masih terhubung dengan connecting door. Arsya adalah abang yang luar biasa.
Walau kadang dia suka sebal dengan kemanjaan adiknya, yang selalu merasa dia adalah tuan putri dikeluarga ini, tapi Arsya selalu sabar meladenin ajakan bermain adiknya. Malah kadang aku di suguhi penampakan Arsya dan bang Adrian duduk pasrah menemani adiknya bermain tea party serba pink dengan cookies warna warni. Dan tentu saja itu membuat ku terkikik geli melihatnya.
Khusus untuk semalam, Arsya tidur dengan aku dan bang Adrian. Demamnya tinggi dan dia biasanya mengigau kalau demam. Arsya sendiri sekarang sudah berusia 7 tahun. Arsya baru bisa tidur tenang sekitar pukul 4 subuh. Aku pun akhirnya bisa memejamkan mata, itu pun bang Adrian memintaku pindah untuk tidur ke kamar Arsya saja, biar dia yang menjaga Arsya.
Aku menggeliatkan tubuhku di kasur double bed kamar Arsya ini, lumayan lah aku akhirnya bisa benar – benar memejamkan mataku beberapa saat. Aku melihat jam diatas nightstand, aku membelalak kaget ternyata sudah jam 9 pagi. Aku bahkan belum menyiapkan sarapan anak – anak dan ayah nya.
aku langsung bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuruni anak tangga sambil mengikat asal rambutku. Semoga anak – anak dan ayahnya tidak kelaparan, terlebih weekend begini biasanya mereka menantikan sarapan pancake atau waffle buatanku. Aku berjalan sedikit terburu – buru menuju arah dapur kering, dan mendengar ocehan Azkia yang sedikit rewel dan suara berisik didapur.
Aku terpana ketika aku melihat pemandangan yang sangat indah disana. Suami ku, bang Adrianku. Dia menggendong Kia dengan sebelah tangannya, dan tangan kanannya entah membalik apa dengan spatula. Dia terlihat sangat seksi kalau sedang menjalankan perannya sebagai ayah seperti ini. dia menciumi pipi Azkia berkali – kali.
"Kia sayang mommy?" tanya nya dengan sabar dan lembut, padahal Kia tampaknya sedang merajuk.
"cayaaang.." ucapnya sambil kepalanya bersandar manja di pundak daddy nya, dan tangannya setia dikalungkan di leher daddynya. Bahkan bang Adrian tampak sedikit kerepotan menjaga posisi Kia agar tidak terkena panas kompor yang menyala didepannya. Aku duga dia membuat pancake dengan tepun instant, karena aku melihat ada sedikit jejak berantakan di atas countertop dan kotak tepung instant pancake. Ya, bang Adrian bukan tipe laki – laki yang lihai di dapur itu pasti, tapi dia juga bukan laki – laki yang enggan mencoba mengambil bagian untuk urusan pekerjaan rumah tangga.
"kalau sayang.. sekarang mommy biar bobo dulu ya, mommy lagi cape, Kia sama daddy dulu sama abang ya? Kia sayang daddy?" tanya sambil memindahkan isi dari pan itu ke atas piring anak – anak berwarna pink.
"cayang daddy..." sahut Kia yang sekarang berusia 2 tahun itu. Bang Adrian mengecup pipi Kia dengan gemas, sambil tetap menggendongnya dan tangan kanannya memegang piring berwarna pink.
Bang Adrian melihatku yang sedang berdiri bersandar pada dinding sebelah tangga, memperhatikan interaksi mereka. Dia tersenyum dan melemparkan kecupan dari jauh kepadaku, sambil mengedipkan sebelah matanya. Aku tertawa melihatnya dan juga melemparkan kecupan dari jauh juga kepadanya.
Lalu aku berjalan mendekati mereka. bang Adrian mendudukan Kia di kursi makan, dia sudah tidak mau dipakaikan baby chair. Untuk ukuran anak 2 tahun Azkia cukup tinggi. Kedua anakku mewarisi tinggi badan daddynya sepertinya, untung saja postur Azkia ramping sepertiku. Tapi wajah, tidak usah ditanya, keduanya mirip daddynya. Kecuali mata Azkia yang mewarisi mataku.
Bang Adrian berjalan mendekati ku dan membungkukan tubuhnya "tadi abang Arsya sama kakak Kia mintanya pancake. Kalau anak daddy yang ini mintanya makan apa?" bisiknya diperutku. Anugerah ketiga kami, yang kami dapatkan lewat proses inseminasi buatan. Kandungan ku sudah berjalan 4 bulan, mual dan muntah ku sudah berkurang. Aku mengusap kepala bang Adrian yang sedang mengajak bicara perutku yang hanya menyembul sedikit.
"pancake juga daddy biar sama kayak abang dan kakak" jawabku, bang Adrian terkekeh dan mengecupi perutku beberapa kali, lalu dia bediri dan mengecup hidung dan keningku "siap mommy"
Aku mengusap kening Arsya, aku merasakan suhu tubuhnya mulai normal. Hanya saja batuk dan pilek nya mulai timbul. "abang syrup nya jangan banyak – banyak ya, nanti tambah batuk. Habis ini minum obat sama mommy ya" ucapku pelan ditelinga Arsya. Arsya yang masih sedikit lemas karena demam semalaman, mengangguk sambil mulai memotong pancake buatan daddynya.
Arsya sangat mengidolakan daddynya. Bahkan bisa di bilang memujanya. Semua yang daddy nya suka, dia akan ikut suka. Dia bahkan ingin menjadi seorang pengacara juga seperti daddy, dan tentu saja daddy nya tersenyum bangga luar biasa.
Bang Adrian meletakan dua potong pancake diatas piringku dan menuangkan syrup keatasnya. "dua?" tanyaku pada bang Adrian, dan dia hanya tersenyum sambil mengangguk.
"iya.. kan yang makan berdua, biar mommy sama adek gak rebutan" ucapnya mantap. Oh iya, panggilan abang didepan anak – anak sudah ku tanggalkan, sekarang aku memanggil nya daddy. karena panggilan abang sudah kami turunkan ke Arsya, dan kakak untuk Azkia terhitung sejak kehamilan ketiga ku terkonfirmasi.
Aku hanya tertawa mendengar ucapan bang Adrian padaku, aku maju dan mengecup pipinya "terima kasih ya daddy... you're the best" bisikku di telinganya sambil mengusap – usap rambut di dekat pelipisnya. Dia mengecup pipiku juga sambil merangkulku mendekat.
Azkia yang melihat pemandangan itu sontak lompat dari kursinya dan berlari mengitari meja makan, lalu memanjat daddynya. "No daddy cuma boleh kiss kakak Kia..." pekiknya sambil memeluk erat daddynya.
Sontak aku Arsya dan bang Adrian tertawa melihat kecemburuan Azkia.
Hhh.. sekarang aku punya saingan, gadis kecil yang sangat cantik bernama Azkia Kamilla Nasution.
"I Love you mommy..." ucapnya sambil menatapku penuh sayang, sementara tangannya setia memeluk Azkia yang masih enggan kembali ke kursinya.
"I love you daddy..." balasku sambil juga menatap kedua matanya penuh cinta.
Semoga saja, tidak ada lagi yang menghalangi kami berdua untuk saling berbagi cinta di hari – hari kami. cukup sudah kami terpisahkan selama 6 tahun lamanya. Berjuang mengubur rasa cinta diantara kami, yang ternyata menolak untuk mati.
Sekarang kami disini, membangun keluarga yang kami impi – impikan. Dan kami bersumpah, dengan segenap tenaga kami, dengan segala kemampuan kami. kami akan menjaga keutuhan keluarga kami, sampai Allah lah yang memisahkan kami dengan kematian.
Adrian Kamil Nasution... I love you... thank you for keep chasing me back to your arm.
KAMU SEDANG MEMBACA
chasing you back ( where are you Zara?)
RomanceWarning! Adult content 21+ Penyesalan selalu datang terlambat. Sesuatu yang berharga, baru akan terasa ketika sudah kehilangan. Bagaimana cara mendapatkannya kembali? Adrian Kamil Nasution : Dosaku ke Zara terlalu besar, bahkan mungkin tidak termaaf...