Sesuai janjiku pada Evelyne, aku memang akan menghadiri pernikahan mereka. Aku tidak akan terlihat, seolah – olah, aku terintimidasi oleh pernikahan dan kehamilannya. Sebenarnya, Evelyne sedang mempermalukan dirinya sendiri, dengan cara seperti ini. bahkan beberapa teman kami, ada yang menghubungiku, mengonfirmasi benar atau tidak nya Evelyne akan menikah dalam waktu dekat.
Bukan sesuatu yang wajar, orang yang baru saja bercerai, sudah memutuskan menikah lagi dalam waktu 6 bulan saja. Bukan hal yang aneh, kalau orang – orang akhirnya berspekulasi macam – macam atas pernikahan mereka.
Bahkan, kini aku duduk diantara tamu – tamu yang akan sama – sama menyaksikan prosesi akad nikah ini. Beberapa saudara dan sepupu dari pihak Evelyne, tampak terperanjat melihat kehadiranku. Pada dasarnya aku tidak patah hati sama sekali, jadi aku santai saja mendapati tatapan prihatin mereka.
"Adrian..." suara yang amat kukenali sebagai suara mantan mertuaku, aku menoleh dan menyalami tangannya.
"ma.. sehat ma?"
Mantan ibu mertuaku itu menarik ku membungkuk agar bisa mengecup keningku, dia memang selalu seperti itu. "kamu sehat nak?"
"sehat dong ma.." jawabku santai, sambil tertawa "mana papa? Lagi siap – siap ya?"
Mungkin sikapku yang terlewat santai ini lah, yang justru membuat mantan ibu mertua ku ini jadi salah tingkah sedari tadi. Pada dasarnya, sejak Evelyne meminta cerai padaku, aku memang sudah tidak perduli lagi padanya. Untuk apa aku perduli? Dia saja tidak ada rasa simpatik sama sekali, begitu mendengar kondisiku.
"maafkan Evelyne ya, Yan..." ibu nya Evelyne meremas kuat kedua tanganku, bahkan matanya tampak berkaca – kaca. Aku bukan anak, yang dididik untuk mampu menyakiti hati orang tua, apalagi ibu mertuaku ini memang orang yang sangat baik. Aku memeluk mantan ibu mertuaku, yang malah menangis ini. aku takut nanti menjadi bahan tontonan orang – orang "udah lah ma, gak usah pake nangis, luntur itu make up mama" ucapku sambil tertawa menggodanya.
Mantan ibu mertuaku, akhirnya mengurai pelukannya, karena sudah waktunya dia bersiap – siap duduk di kursi yang disediakan. Aku melihat mantan bapak mertuaku juga sudah duduk disamping penghulu, tadi beliau sempat melempar senyum padaku dari kejauhan.
Selang sekitar 15 menit dari para tamu dipersilahkan duduk, aku melihat sosok itu, Dr.Rendy, yang beberapa kali memang ku dapati keluar dari ruangan Evelyne dengan senyum sumringah nya. Predikisiku, mereka memang sudah menjalin kedekatan, sejak Evelyne masih belum tahu kondisiku. Hanya saja, hubungan mereka semakin berani sejak Evelyne tahu kondisiku.
Pengantin wanita akhirnya dipanggil turun, aku melihat Evelyne menuruni anak tangga perlahan – lahan. Aku memperhatikan penampilannya, kebaya yang sedikit longgar, sepatu datar. Sampai aku mendengar selentingan – selentingan dibelakang ku.
"nah tenan to tebakan ku? meteng disikan mesti iku"
Hah.. tipikal sekali, langsung bergunjing gak bisa tunggu nanti – nanti, langsung on the spot sekali.
"lah iyo... coba.. isik 6 bulan pegatan, kok wis rabi meneh... lak janggal to?" sambung satunya lagi, walau usaha mereka berbisik – bisik, masih cukup terdengar olehku. Bahkan jarak duduk kami tidak bersebelahan.
"hiiss.. ojo nggosip mbakyu.." tegur salah satu dari mereka yang aku tidak tahu siapa, karena aku tidak noleh sama sekali ke sumber suara.
"nggosip kepiye mbak? Deloken ta'la... kebaya'e gombrong ngono, ora wani nggawe korset"
"sssttt... kuwi sing lungguh ning ngarep, bojone sing mbiyen.. mengko lak krungu.."
"heleh... ora weruh mbak awake dewe ngomong opo, wong mbatak"
KAMU SEDANG MEMBACA
chasing you back ( where are you Zara?)
RomanceWarning! Adult content 21+ Penyesalan selalu datang terlambat. Sesuatu yang berharga, baru akan terasa ketika sudah kehilangan. Bagaimana cara mendapatkannya kembali? Adrian Kamil Nasution : Dosaku ke Zara terlalu besar, bahkan mungkin tidak termaaf...