PART 37

5.8K 714 14
                                    

Zara,

Semuanya terasa benar dan nyaman. Candaan kami, pergulatan kami bertiga diatas karpet ini. semua terasa benar. Semua terasa hangat. Dan aku menginginkannya, setiap hari, setiap saat, setiap waktu.

Arsya tiba – tiba melepaskan pelukannya padaku "mommy can I have cookies?" tanyanya padaku, aku memang membawakannya soft cookies yang bertaburkan cokelat warna warni. Aku mengangguk sambil mengusap lembut kepalanya. Dia berlari keluar ruangan kerja bang Adrian. Aku masih pada posisiku, duduk bersila diatas karpet ini.

"get me one, baby" suara bang Adrian terdengar sangat dekat ditelingaku, aku sontak menoleh, aku tidak menyadari posisi kami benar – benar sedekat ini. bahkan bisa di katakan, aku sepenuhnya bersandar pada bang Adrian. Aku melihat ke perutku, dua lengan kekar memeluk ku dengan begitu protektif sekaligus posesif. Wajahku terasa memanas, dan debar jantungku kembali tidak karuan. Bang Adrian masih memandang ke arah pintu, seperti belum menyadari posisi kami. sampai dia menunduk menatap wajahku, mata kami saling bertemu. Dan saling terpaku.

"bang..." panggilku lirih, aku seperti kehabisan suara. Bang Adrian juga menyadari posisi kami yang begitu dekat, begitu intim. Dia perlahan melepas pelukannya. Ada rasa tidak rela, aku kehilangan ke posesifan itu. Dia berdehem menetralkan kecanggungannya.

"maaf... tadi..." ucapnya dengan wajah serba salah "maaf..." ucapnya lagi, sambil memundurkan sedikit tubuhnya, agar kami tidak terlalu melekat seperti tadi. Aku menunduk merapihkan rambutku yang sedikit berantakan, berusaha menetralkan degub jantungku.

"aku... aku masak dulu ya, udah jam 6 lewat" aku beranjak berdiri, dia menahan pergelangan tanganku, aku otomatis menoleh padanya "kenapa bang?" tanyanku. Dia pun seperti bingung dengan tindakannya, lalu adzan maghrib berkumandang.

"sholat dulu sebelum masak, Arsya juga" ucapnya, lalu segera berdiri dan meninggalkan ruangan ini, meninggalkan ku yang masih terpaku dengan segala sikapnya hari ini. aku memegang dadaku, menarik napas dalam – dalam lalu menghembuskannya perlahan.

"No Zara... No.." ucapku nyaris berbisik. Tidak Zara, kamu sudah berjanji pada Gavin, kalau kamu sudah menjamin, tidak akan ada yang berubah diantara kalian. Lagipula, bang Adrian tidak pernah mengutarakan keinginan apa – apa, yang berkaitan dengan kami kembali bersama kan? Iya tidak, ini tidak boleh terjadi.

Aku bergegas wudhu bersama Arsya, menyiapkan sejadah untuk kami bertiga. Bang Adrian ternyata sudah siap dengan baju koko putih berlengan pendek, sarung dan peci hitamnya yang dia pegang. Dia menyugar rambut coklat gelapnya yang masih basah, dan meletakan peci hitam itu di kepalanya. Memulai bacaan Qomat, lalu menoleh ke Arsya membetulkan posisi berdirinya, lalu tersenyum sekilas kepadaku.

"Allahu Akbar" dia memulai takbir pertamanya, lagi – lagi aku merasakan desiran halus didalam relung hatiku. Suasana ini begitu hangat dan mengharukan, kami sholat berjamaah, bertiga, ayah, ibu dan anak.

Raka'at demi raka'at kami lalui, dengan suara bang Adrian yang melafalkan surat – surat pendek dengan indah. Aku tahu, dia baru belajar lagi ilmu Agama, tapi aku terharu, dia benar – benar berusaha mengejar ketinggalannya. Berusaha menjadi sosok terbaik bagi Arsya.

Kami mengucap salam dua kali, bang Adrian masih duduk bersimpuh di sejadahnya. Arsya mengikutinya. Dia menengadahkan kedua tangannya, kepalanya tertunduk entah apa yang dia pintakan pada Allah, dia tampak begitu khusyuk. Lalu dia mengusap wajahnya perlahan dengan kedua telapak tangannya.

Memutar tubuhnya menghadap ku, tersenyum kepadaku, aku pun tersenyum kepadanya."salim mommy" perintahnya pada Arsya, dia meminta Arsya mendahulukan untuk salim kepadaku, baru Arsya salim kepadanya sambil mencium punggung tangannya juga. Dia membacakan sebait doa di ubun – ubun Arsya lalu mengecupnya.

chasing you back ( where are you Zara?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang