PART 40

6.2K 668 4
                                    

Arsya dari dulu memang sangat menyukai anak bayi. Aku hanya tertawa melihatnya meminta adik perempuan. Aku belum bisa membayangkan diriku memiliki anak lagi. Bahkan sosok suaminya saja aku belum bisa membayangkan siapa.

Setelah aku memohon pada Gavin, untuk tidak membuat suasana diantara kami menjadi tidak nyaman, akhirnya Gavin bersikap sangat manis padaku. Dia seharian menemaniku di restaurant, membawa pekerjaannya dan mengambil posisi di sofa sambil menekuni berkas – berkas yang dia bawa. Aku suka Gavin yang kembali tenang seperti ini.

Dia mengurut keningnya, aku berjalan mendekat, duduk disebelahnya "mau teh gak?" tanyaku, dia mengangguk. Aku berjalan ke meja kecil di sudut ruangan, dimana aku meletakan teko elektrik dan beberapa sachet teh berbagai aroma. Aku membuatkan satu chamomile tea untuknya.

"chamomile, biar relax" aku memberikan padanya, dia menerima dan menyesapnya. Aku menyandarkan kepalaku dibahunya. Nyaman.

Gavin meletakan cangkir itu diatas meja, mengangkat tangannya untuk merangkulku dan mencium kepalaku "I love you" bisiknya, aku tertawa pelan dalam rangkulannya "I know" godaku, dia menatapku dengan alis bertautan.

"that's it?" tanyanya padaku. Aku tertawa dan mencubit dagunya gemas.

"that's all" aku semakin menggodanya. Dia menelusuri seluruh wajahku dengan tatapannya.

"shall I remind you?" bisiknya di telingaku. Sejujurnya, ini pertama kalinya aku dan Gavin benar – benar berdua'an. Kami tidak pernah berdua saja sebelumnya, karena akan selalu ada Arsya diantara kami. kalaupun kami pergi berdua saja, lebih karena ada acara. Entah itu pernikahan atau pertunangan kenalan dan kerabat kami di Perth. Aku tidak pernah sampai hati, menitipkan Arsya, hanya agar aku bisa berdua saja dengan Gavin. Aku sudah banyak mendengar penilaian orang, atas single parent yang berpacaran, dan memilih meninggalkan anaknya sementara, demi mendapatkan waktu untuk berdua saja.

Gavin tiba – tiba mengeratkan rangkulannya padaku, menjepit daguku dengan telunjuk dan ibu jarinya. Wajahnya mendekat ke wajahku, sampai akhirnya jarak diantara kami hanya beberapa cm saja.

"say it, baby" ucapnya dengan suara yang serak dan tatapan mata yang tampak penuh hasrat. Seketika aku pun terhanyut dalam suasana ini, aku terhanyut dalam tatapannya.

"say what, baby?" aku balas menggodanya, dengan tatapanku. Dia semakin memangkas jarak diantara kami.

"say you Love me..." dia melekatkan bibirnya padaku, memberikan kecupan – kecupan kecil di permukaan bibirku. Aku tersenyum menikmati kecupan – kecupannya. Aku membiarkannya mencumbu ku lebih dalam lagi, aku menikmatinya. Aku pun membalas setiap cumbuan yang dia berikan padaku.

Aku membiarkan diriku terhanyut kedalam setiap sentuhan dan rayuan Gavin. Yang aku tidak sangka, Gavin sangat hebat dalam melakukan hal ini.

Aku akui, sejak aku melakukannya dengan bang Adrian. Seolah ada yang berubah dalam diriku. Aku terus menginginkannya, terus dan terus. Benar kata orang, sekali kita merasakan kenikmatan hubungan intim, maka tubuh kita akan terus menginginkannya. Dan aku terjebak dalam lingkaran itu, disaat aku belum semestinya merasakan.

Dan ketika bang Adrian sudah tidak bersamaku, aku tidak menampik sering menginginkannya. Tapi aku tidak sanggup, aku tidak sanggup lagi harus menanggung beban yang sama. Menghadirkan Arsya selalu ditengah – tengah aku dan Gavin, salah satu tujuannya adalah itu. Aku harus menahan diri. Sebesar apapun hasratku mengingatkanku, tentang betapa menggairahkannya hal itu.

Seketika akal sehatku kembali. ketika aku menyadari, Gavin sudah sepenuhnya berada diatasku, aku sudah terbaring di sofa. Tubuh Gavin sudah mengurungku, satu tangannya sudah berada di tubuh bagian atasku, di tempat yang tidak semestinya. Gavin masih terus menelusuri sepanjang leherku.

chasing you back ( where are you Zara?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang