Adrian,
Aku akhirnya melanjutkan menemani Arsya bermain, sampai waktu menunjukan sekitar pukul 7 malam. Setelah ku perhatikan, sepertinya memang Arsya banyak menghabiskan waktunya di dalam ruangan ini. seharusnya jam segini, Arsya bisa santai dirumah, menikmati suasana yang lebih nyaman. Atau menghabiskan sore hari bermain di halaman rumah, menikmati suasana luar ruangan. Bagaimanapun, terlalu sering terkurung didalam ruangan ber AC, minim kesempatan untuk bermain di udara bebas, akan berpengaruh pada imunitas Arsya.
Disini, dia terkurung. Kalau dia main diluar, terlalu bahaya, keluar area cafe ini langsung disambut dengan jalan raya. Aku berdiri di sisi jendela ruangan ini, ada taman belakang yang tidak terawat sebenarnya cukup luas.
"Ra..." panggilku, sambil aku mendudukan diri pada kursi yang ada dihadapan meja kerjanya. Dia mengangkat sedikit wajahnya dari laptop.
"taman belakang, kenapa gak dibuat, playground?" tanyaku, dia kembali memandangi laptopnya.
"budget nya belum ada, lagian sebagian besar pengunjung remaja dan orang kantoran. Jarang ada keluarga yang butuh playground" jawabnya sambil jemarinya terus mengetikan entah apa.
"bukan buat pelanggan Ra, buat Arsya. Kasihan dia, seharian didalam ruangan. Dia kenapa gak pulang kerumah aja, Ra?"
Zara menghela napasnya lelah, "ya karena sekolah Arsya juga dekat sini, bang. Kalau pulang, kasihan mami harus jaga Arsya"
"kenapa gak pakai jasa baby sitter, Ra?" tanyaku lagi, aku mengatur sedemikan rupa intonasiku, agar tidak terdengar seperti sedang menginterogasinya. Sungguh, aku hanya tidak tega, melihat anak seusia Arsya terkurung didalam ruangan yang hanya seluas 4x5meter ini plus sebuah kamar mandi lengkap dengan shower box. Memang Arsya selalu mandi sore disini, bahkan tadi dia merengek minta ku mandikan, untung aku membawa t-shirt di mobil, jadi aku turun sebentar mengganti kemeja ku dengan t-shirt agar aku leluasa memandikan.
"aku belum dapat agency yang recommended. Lagian aku masih bisa handle. Udahlah bang, abang mau ngomong apa sih sebenarnya?" tiba – tiba dia meninggikan nada bicaranya, dan menatap ku kesal. Arsya yang asik menonton siaran kartun, sampai menoleh ke arah kami.
"abang gak mau ngomong apa – apa, Zara. Abang cuma nanya aja, kenapa? siapa tahu abang bisa bantu. Kan kamu memang baru sampai di Jakarta juga kan. Abang gak boleh bantu emangnya?" tanyaku dengan nada selembut mungkin, aku menatap kedua matanya.
"gak ada yang perlu abang bantu kok" jawabnya lagi, sambil kembali menekuri laptopnya. Aku menghela napasku lelah.
"Ra... abang gak niat buruk apa – apa sama kalian. Apalagi, yah, abang juga gak ada harapan apa – apa lagi kan? Someone's waiting for you outhere"
Dia menghentikan aktifitas mengetiknya, menatapku penuh selidik. Mengerutkan alisnya dan menatapku benar – benar intens.
"yes, someone's waiting for me, somewhere" jawabnya setelah menghela napasnya kesal. Aku mengangguk paham.
"abang nyariin kamu selama ini" ucapku, menjeda sebentar menunggu reaksinya "abang tahu, kamu gak butuh informasi ini, tapi banyak hal yang harus kita luruskan. Tapi mungkin gak sekarang, kita berdua sama – sama belum siap, terutama kamu"
Zara tetap tidak merespon kata – kata ku sepatah katapun. "dia baik kan Ra?"
Aku melihatnya menganggukan kepalanya beberapa kali, "Ya, dia baik, sangat baik"
Aku berusaha tersenyum, aku bisa apa? berharap dia menjadi biarawati yang tidak mengencani siapapun? Dia lebih dari sekedar berhak, untuk melanjutkan hari – harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
chasing you back ( where are you Zara?)
Любовные романыWarning! Adult content 21+ Penyesalan selalu datang terlambat. Sesuatu yang berharga, baru akan terasa ketika sudah kehilangan. Bagaimana cara mendapatkannya kembali? Adrian Kamil Nasution : Dosaku ke Zara terlalu besar, bahkan mungkin tidak termaaf...