PART 39

5.3K 679 24
                                    

Zara,

Our little one. A simple set of words, yet has a strong meaning. Dan aku membawa kata – kata itu dalam tidurku yang, terasa sangat bahagia. Bahkan mungkin membuatku tersenyum dalam tidurku. Our little one, our little Arsya.

Aku terbangun di pagi hari, dengan perasaan yang ringan dan bahagia. Aku membersihkan diriku, membasuh sekujur tubuhku dengan air hangat dan wewangian sabun dan shampo yang segar. Tapi kebahagiaan ku tidak berlangsung lama, sampai aku turun dan mendapati mami yang berwajah masam.

"pagi mi.." sapaku sambil menarik kursi makan.

"hmm... sampai kapan anak kamu di sana?" tanyanya ketus sambil mengolesi roti dengan selai.

"sampai besok" jawabku santai, sambil aku juga mengambil selembar roti dari tempatnya dan mengolesinya dengan mentega.

"harusnya kamu itu dekatkan Arsya dengan Gavin, bukan dengan Adrian. Masa depan kamu itu sama Gavin, bukan Adrian. Kalau kayak begini, kapan Arsya bisa nerima Gavin sebagai calon bapaknya" mami menghela napasnya kesal "lagian, kamu itu apa – apa'an disana sampai malam? Apa sekarang kamu berbalik ke Adrian lagi? Kamu gak kapok?" tuduhnya.

"mi... mami ngomong apa sih? Lagian yang mau nikah sama Gavin itu siapa? Emang ada tanda – tanda kami bakalan menikah? Kalaupun kami menikah, itu kawin lari mi. Makin hina rasanya hidup aku, dulu hamil gak di nikahin, sekarang mau punya suami aja harus kawin lari, dari keluarga suamiku" aku kehilangan nafsu makanku.

"bukan berarti sekarang kamu, melempar diri kamu ke Adrian juga Zara" mami menatapku tajam. Aku semakin kesal dengan situasi ini, mau aku menjelaskan keadaannya sampai mulut ku berbusa dan lepas, percuma. Gak akan ada satu orang pun yang paham.

"udah lah, Gavin kek Adrian kek, siapa cepat dia dapat aja lah" ucapku asal, sambil menyesap teh hangat.

"jangan jadi murahan, Zara" bentaknya, dan aku hanya tertawa sumbang.

"aku cuma banting harga mi, gak sampai gratisan juga kok. Hanya cara ini memang, jalan supaya aku bisa dapat pendamping hidup. Lagian jadi istrinya bang Adrian, kayaknya juga not so bad" aku semakin menjadi – jadi. Padahal, tidak bang Adrian maupun Gavin, tidak satu pun dari mereka, yang jelas ingin memperistriku. Menyedihkan bukan hidupku?

"jaga bicara kamu, Zara! Kalau Gavin dengar bagaimana?" desis mami.

"like he cares.. kata – kata dia juga sama persis kayak mami kok, seputaran aku melempar diriku ke bang Adrian. Aku cuma kasih apa yang kalian mau kan, kalian mau lihat aku melempar diri aku ke bang Adrian kan? Sejak awal aku gak melakukan itu, tapi kalian yang terus mojokin aku. Lama – lama aku pikir, bang Adrian boleh juga" aku tertawa kesal, berdiri meninggalkan mami, aku tidak jadi sarapan.

"aku langsung ke restaurant mi, banyak pekerjaan. Mumpung gak di ganggu Arsya" aku menyahut tas dan mengenakan flat shoes pink ku, lalu pada saat aku melangkah ke teras, aku melihat Gavin duduk di bangku teras, dengan kedua lengannya bertumpu pada lututnya, menatap kosong ke depan. Apakah dia mendengar semua pembicaraan ku dan mami?

****

Gavin akhirnya mengantar ku ke restaurant, aku memang sudah berjanji seharian akan bersamanya, karena Arsya sedang bersama daddy nya. Tapi dia dari tadi bungkam, tidak sepatah katapun.

"I heard everything, Ra" ucapnya akhirnya memecah keheningan.

"maaf, I was so emotional. Mami really pushed me hard. Aku cape Vin"

"so.. Adrian pilihan kamu?" tanyanya getir, aku menoleh kepadanya. Aku sendiri bingung, apakah aku pada posisi yang leluasa memilih pada saat ini? apa nasib ku semenyenangkan itu? Wanita dengan satu anak diluar nikah, dan masih berhak memilih pria mana yang aku putuskan aku pilih untuk menjadi suamiku? Aku terlalu tahu diri untuk tidak memimpikan semua itu.

chasing you back ( where are you Zara?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang