PART 47

5.2K 679 17
                                    

Zara,

"are you Insane???!!!" bentakku pada Gavin, sambil aku membanting pintu dibelakangku keras. Aku benar – benar marah pada Gavin, dia benar – benar sudah keterlaluan. Ini diluar batas.

"this has to stop Zara.." ucap Gavin tenang, sambil mengganti kemejanya dengan polo shirt dengan santai, lalu menghempas kan tubuhnya ke sofa.

"you have to stop Gavin, stop being insecure..." aku menunjuk kearahnya, aku masih berdiri dan menatapnya dengan tajam. Gavin benar – benar keterlaluan. Dia menutup matanya sejenak, lalu membukanya lagi.

"sit here baby.." pintanya menepuk sisi kosong disampingnya, aku menolak. Aku berjalan mondar – mandir tidak karuan, berusaha menahan emosiku. Bagaimana aku akan menghadapi semuanya? Bahkan Arsya sering kali tidak berhasil di bujuk olehku, setiap suster datang dan akan menyuntikan obat di selang infusnya. Belum kalau Arsya mulai kesal dengan balutan perban pada area infusnya, dan berusaha menarik – narik dan mengeluh gatal. Hanya bang Adrian juga yang bisa membujuknya.

"okay...." desahnya "it's your mami..." ucapnya sambil menatapku yang langsung menoleh cepat kepadanya, tepat setelah mendengar kata mami. "mami kamu yang minta aku, untuk segera usir Adrian dari sini" ucapnya sambil menengadahkan kedua telapak tangannya ke atas, pertanda dia tidak mengerti maksud mami.

"I've tried to understand your condition, tapi mami meyakinkan aku kalau keberadaan Adrian disini, diruangan ini, sampai beberapa hari kedepan itu harmful untuk hubungan kita" jawab Gavin, dan aku semakin emosi, bahkan nafasku rasanya seperti berkejaran, dadaku sesak oleh emosi yang siap meledak.

"you guys are so unbelievable.... dia ayahnya, dan sekarang Arsya sakit, dia butuh ayahnya. Dan mami... God... seriously? Harus sekarang?" aku sudah tidak sanggup berbicara lagi dengan Gavin. Aku meninggalkannya di sofa, dan lebih memilih duduk disamping brankar Arsya.

"where's daddy?" tanyanya, aku mengusap kepalanya lembut.

"he has to work..." jawabku dengan tersenyum,

"I want daddy..." ucapnya mulai menangis, aku memeluknya mencium kepalanya berusaha menenangkannya.

"he'll be here soon.. okay? We just have to wait.." aku berusaha membujuknya, dan Gavin malah sibuk menerima telepon dari rekannya entah siapa. Kalau bang Adrian, dia akan langsung berjalan mendekat, menghampiri dan membujuk. Bagaimanapun ayahnya lebih dibutuhkan disini dari pada Gavin, saat ini.

Ada rasa sakit ketika mendengar bang Adrian berkata, kalau dia tahu posisinya dimana, dan aku sudah terikat dengan Gavin. Apakah itu yang menahannya untuk mendekati ku? memintaku? Atau memang dia tidak akan pernah lebih dari itu?

Arsya terus menerus rewel, bahkan setiap kali suster datang untuk menyuntikan obat pada selang infusnya, dia meronta luar biasa. Aku harus memeganginya begitu kencang. Gavin? Dia tidak banyak berbuat apa – apa. Gavin tidak bisa ku andalkan dalam menjaga Arsya. dia selalu sibuk dengan pekerjaannya. Aku tahu pekerjaannya memang banyak sekali, apalagi dia sedang dalam proses men establish cabang perusahaan keluarganya. Arsya pun menolak,ketika Gavin mendekat dan mencoba memegang tangannya yang bergerak liar, memberontak dari tindakan suster.

Arsya hanya mau menelan tiga suap untuk makan siangnya, susu nya juga tidak di habiskan. Aku sudah berusaha membujuknya, dia tetap menolak. Matanya sayu dan bengkak, hanya tenang sebentar lalu menangis lagi memanggil – manggil ayahnya. Aku tidak bisa berbuat apa – apa.

Bang Adrian : Arsya gimana Ra?

Bang Adrian mengirimiku pesan whatsapp, baru aku akan membalasnya. Ponselku sudah direbut oleh Gavin.

chasing you back ( where are you Zara?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang