PROLOG

20.7K 1.1K 19
                                    

Hi, Namaku Adrian, lengkapnya Adrian Kamil Nasution. Aku salah satu dari trio penerus Rinaldi&Partners, dan satu – satunya yang memiliki darah Sumatera Utara dengan wajah kebule – bulean diantara kami bertiga. Mamaku adik kandung papa nya Barra, Faisal Rinaldi. Papaku, nah dia lah yang mewarisiku darah batak sekaligus kebule – bulean ini, karena Ompung Boru ku, yang lebih memilih dipanggil oma adalah orang Belanda asli yang lahir dan besar di Medan.

Di usia yang sudah mulai menginjak kepala 3, ditambah Barra yang sepupuku, yang sudah menikah, aku mulai di tuntut untuk segera memperjelas langkah hidupku. Padahal aku sendiri masih santai – santai saja. Gak merasa keburu – buru apapun.

Menikah? Anak? Itu hal yang paling terakhir yang kupikirkan. Bagiku, mereka hanya akan menjadi obstacle dalam hidup dan karirku. Lihatlah Barra? hidupnya nyaris hancur berantakan karena pernikahan, yang menurut ku basically dia sendiri gak siap dan gak paham.

So, why bother to get married soon?

Aku masih menikmati bekerja, mengejar karir, bersosialisasi, surrounded by girls (why not? I'm a free man), partying sampai pagi. Aku tidak menampik, diantara kami ber tiga, memang cuma Barra yang anak alim. Si anak alim yang ternyata doyan nyimpen perempuan juga dari istrinya. Aku akui, aku masih minum, walau aku bukan seorang alcoholic,aku hanya seorang social drinker, aku selalu tahu kapan harus berhenti menenggak minuman itu.

Ada satu nama, yang masih sering ku ingat menjelang tidurku. Bukan sering, tapi selalu ku ingat namanya, Zara. seorang gadis manis dan lugu, yang kutemui ketika berkuliah di Leiden dulu. Dimana dia sekarang ya? sedang apa? apa dia masih memikirkan ku? apa dia masih ingat aku? Mana mungkin dia masih mengingatku, aku terlalu bajingan untuk dikenang.

Apa karena dia, aku jadi selalu enggan memikirkan pernikahan? Melihat semua wanita hanya mainan ku saja? Karena semua tidak seperti Zara, pancake buatan Zara, sapuan jemari Zara di rambutku yang sedikit ikal ini, dekapan erat Zara yang selalu memelukku dari belakang setiap kali dia berhasil mengejarku jika melihatku di kampus, dan panggilan mesra Zara untukku "ABANG... BANG IAN".

Aku jadi senyum – senyum sendiri, mengingat dulu dia selalu memanggilku dengan panggilan Bang Ian, dengan nada suaranya yang manja. Yang terpenting adalah, dia menghilang, pergi begitu saja, dengan membawa separuh diriku yang ada padanya. 

chasing you back ( where are you Zara?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang