Zara,
Selesai bang Adrian mengantar mami ke pintu keluar, bang Adrian yang seharian ini ceria dan penuh canda, dan sukses membuat Arsya juga lebih bersemangat, tiba – tiba berubah menjadi pendiam. Apa yang sudah mami katakan padanya? Bahkan dia tiba – tiba membongkar tas kerjanya, dan langsung mengeluarkan laptopnya, menenggelamkan dirinya pada pekerjaannya. Tidak sesuai kata – katanya yang akan ambil cuti seama 4 hari, lalu selanjutkan akan bekerja remote, sampai Arsya keluar dari rumah sakit.
Aku pun akhirnya memutuskan untuk diam juga, tidak ingin mengganggunya, apapun yang ada di pikirannya sekarang, pastinya sedang membuat hatinya merasa tidak nyaman. Aku tahu, pasti mami berkata sesuatu, karena mereka menghilang cukup lama. Jarak dari kamar ke pintu batas VVIP tidak sampai 3 menit berjalan, tapi mereka menghilang sampai kurang lebih 10 menit.
Entahlah, aku tidak mengecek keluar, karena Arsya tidak mau ditinggal. Arsya mulai mengantuk, efek samping obat, dan aku pun akhirnya menarik tirai pembatas untuk menemani Arsya tidur.
"bang, aku temani Arsya tidur dulu ya?" aku memanggil bang Adrian, yang tampak serius memandang laptopnya, tapi tak ada satu jaripun yang bergerak diatas keyboard, bahkan dia tidak menanggapi suaraku, "bang..?" panggilku lagi.
"haah..?" dia tampak terkaget dan langsung mendongak, ah .. dia melamun, benar dugaanku.
"Arsya, ngantuk, aku temani dia tidur dulu" ulangku,
"ooh.. iya..iya.. tidur aja, abang selesaikan ini, nanti kalau pegal kita tukeran" ucapnya sambil tersenyum tipis, lalu mengalihkan pandangannya lagi ke arah laptop. Dia bahkan tidak mau menatap ku berlama – lama. Perasaanku tidak enak, semenjak dia mencium puncak kepalaku, lebih lama dari pada biasanya. It's like a goodbye.
Aku akhirnya beranjak ke atas brankar, dan memeluk Arsya agar dia segera tertidur. Aku pun menyempatkan untuk memejamkan mata sejenak, karena baik aku maupun bang Adrian sama – sama kurang tidur.
Aku dan bang Adrian, kini kami kembali di titik awal kami. hanya saja, kali ini yang menarik diri bukan aku, tapi bang Adrian.
****
Adrian,
Aku bahkan tidak sanggup menatap mata Zara, terlalu pedih. Membayangkan aku harus sukarela menjauh darinya, dan melupakan semua perasaanku padanya. Apakah aku benar – benar tidak boleh berharap padanya? Apakah usahaku untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi, masih belum cukup untuk membuatku layak bersanding padanya?
Bahkan suasana diantara kami sekarang sudah jauh lebih baik. Zara sudah terlihat lebih nyaman dengan kehadiranku. Tidak ada lagi kecanggungan, apalagi tatapan benci. Dan sekarang? Aku diminta untuk melangkah pergi, karena ini bukan tempatku seharusnya berdiri.
Aku bahkan tidak tahu apa yang ku pandang di laptopku ini, aku hanya asal membuka dokumen. Sebuah perjanjian yang sudah rampung dari satu tahun lalu, tidak ada yang perlu ku lakukan dengan dokumen ini. bahkan perjanjiannya sudah di addendum satu kali tahun ini. Aku hanya membutuhkan pengalihan atas pikiranku, dan keinginanku untuk selalu duduk disamping Zara, membuatnya merasa nyaman dan aman. Menenangkan Zara yang selalu tampak resah sejak kemarin.
Sekarang sepertinya, aku harus bergiliran dengan Zara untuk menjaga Arsya, bukan lagi berdampingan.
Aku mengurut batang hidungku, kepalaku mendadak pening. Aku berjalan menuju tirai yang tertutup, aku menyibak sedikit celah tirai, dan memandangi Zara dan Arsya yang tertidur lelap. Dua cintaku, dua orang yang akan selalu memiliki hatiku utuh. Dua sumber nafasku.
Aku akhirnya memilih untuk ikut merebahkan diriku di sofabed, dan mendapatkan sedikit waktu untuk tidur. Aku tidak sadar berapa lama aku terlelap, sampai aku merasakan usapan lembut pada lenganku, aku mengerjapkan mataku perlahan, sudah ada Zara duduk di tepi sofabed dan tersenyum manis padaku. Bahkan dia mengusap keningku lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
chasing you back ( where are you Zara?)
RomanceWarning! Adult content 21+ Penyesalan selalu datang terlambat. Sesuatu yang berharga, baru akan terasa ketika sudah kehilangan. Bagaimana cara mendapatkannya kembali? Adrian Kamil Nasution : Dosaku ke Zara terlalu besar, bahkan mungkin tidak termaaf...