Malam ini akhirnya kami habiskan dengan bang Adrian semalaman menemani Arsya tidur, aku tidur di sofabed dan Gavin tidur di sofa tamu. Panas Arsya akhirnya berangsur turun sekitar jam setengah 1 pagi, lalu dia bisa tertidur lelap, sampai sekarang jam 8 pagi dia masih belum bangun.
Aku turun untuk membeli beberapa makanan untuk sarapan dan juga kopi untuk kami ber tiga. Terutama bang Adrian, yang berjaga semalaman, karena Arsya kerap mengigau. Sementara Gavin? Dia tidur seperti orang pingsan, tidak terganggu sedikit pun. Sementara aku dan bang Adrian bolak balik terbangun dan mengecek suhu tubuhnya setiap dia mengigau.
Aku selesai membeli 3 porsi nasi goreng ikan asin dan 3 cup kopi panas, dan 3 cup pudding untuk Arsya. aku membuka pintu kamar, Gavin sudah bangun dan tampaknya habis mandi, dan bang Adrian sedang duduk bersila di tempat tidur, bercanda dengan Arsya yang masih bersandar malas pada bantal, tapi senyum mulai terbit diwajahnya.
"Hi... ayo pada sarapan dulu.." panggilku pada mereka semua, aku menata makanan di meja makan. Bang Adrian tidak bergeming, sepertinya dia masih marah padaku. Dia marah bukan karena Gavin, tapi marah karena aku membiarkan kondisi Arsya yang seharian rewel menolak makan, sampai akhirnya panasnya melonjak tinggi lagi. Dia hanya menoleh sekilas, lalu kembali fokus ke Arsya.
Ternyata bang Adrian sambil menyambi menyuapi Arsya sarapan pagi, pagi ini dokter membolehkannya makan sereal kesukaannya. Sesuap demi sesuap masuk walau lambat, dan setiap Arsya mulai mengunyah, bang Adrian akan berceloteh entah apa saja, sambil memainkan robot transformers yang selalu setia menemani Arsya tidur.
Aku menghampirinya membawakannya segelas kopi yang masih panas dan sudah kuberi gula "bang.. sambil minum kopinya, sarapannya mau dimeja makan atau disini aja?" tanyaku pelan, tentu saja aku tahu Gavin mengawasi ku. bang Adrian menatap ku datar, lalu tatapannya jatuh pada Gavin.
"nanti abang ambil sendiri aja, gampang" dia mengambil paper cup berisikan kopi dari tanganku "terima kasih kopinya, kamu makan aja duluan" perintahnya dingin. Aku ingin menangis rasanya, aku tidak suka bang Adrian yang seperti ini. aku ingin bang Adrian yang dulu kembali lagi. Aku melangkah lesu kembali ke meja makan, memulai sarapan berdua dengan Gavin. Sesekali aku mencuri pandang ke bang Adrian, yang menyesap sedikit kopinya, lalu meletakannya dia atas meja makan pasien. "eat your breakfast sweety" ucap Gavin sambil mendorong kotak makan ku pelan, membuatku memutus tatapanku pada bang Adrian. Aku hanya menghela napasku lelah.
Aku akhirnya bergantian menjaga Arsya dan bang Adrian membersihkan tubuhnya lalu memakan sarapannya. Dia tidak berbicara banyak denganku, bahkan tidak berbicara sama sekali dengan Gavin. Dia menarik kursi mendekati tempat tidur Arsya setelah dia menghabiskan sarapannya dengan sangat cepat, dia meletakan laptopnya diatas tempat tidur Arsya dan menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan.
Suasana kembali hening dan kaku, Gavin juga sibuk dengan teleponnya yang terus saja berdering. Bang Adrian yang sesekali menerima telepon, lalu kembali ke laptopnya. Aku yang akhirnya memilih untuk mengutak atik ponselku, sambil berkomunikasi dengan Dhani, store manager ku, agar dia meng update keadaan restaurant. aku sudah 5 hari tidak kembali ke restaurant.
"Ra.. mami datang, kamu bukain dulu pintunya" Gavin bertitah, Gavin terus saja berusaha mengkomando ku didepan bang Adrian. Dia bertingkah seolah aku sudah menjadi istrinya, dan wajib patuh atas semua perintahnya. Dia seperti ingin menegaskan status pada bang Adrian, padahal tidak perlu.
Aku akhirnya berjalan ke arah pintu akses, dan membukakan pintu untuk mami. Aku bahkan kehilangan senyumku untuk mami, semenjak aku tahu dari Gavin, dalang dari semua ini adalah mami. Mami yang selalu saja berusaha mengontrol hidupku, tidak pernah membiarkan aku dan pilihanku sendiri.
Aku dan mami masuk kedalam kamar, dan mami menatap sinis bang Adrian, "kenapa dia disini lagi?" tanya mami dengan suara sinis yang sangat terdengar bang Adrian. Aku hanya melengos dan berjalan ke arah Arsya "semalam panasnya 40 dan dia teriak – teriak nyari daddy nya, gak ada satupun dari kami yang bisa nenangin dia" jawabku, sambil duduk di sisi kanan Arsya dan mengecup kepalanya. Bang Adrian beranjak dari kursinya dan mempersilahkan mami untuk duduk, lalu dia berpindah ke sofa sambil membawa laptopnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
chasing you back ( where are you Zara?)
RomanceWarning! Adult content 21+ Penyesalan selalu datang terlambat. Sesuatu yang berharga, baru akan terasa ketika sudah kehilangan. Bagaimana cara mendapatkannya kembali? Adrian Kamil Nasution : Dosaku ke Zara terlalu besar, bahkan mungkin tidak termaaf...