PART 25

6.6K 729 14
                                    

Adrian,

Aku merasa kasihan pada Zara. Tidak ada satupun yang memahami kondisinya saat ini. tidak ada yang mau perduli, bahwa Zara hanya sekedar, mengupayakan kebahagiaan untuk Arsya. Hanya itu.

Aku bisa melihat keterpaksaan diwajah Zara, untuk menerima kehadiranku. Aku pun, tidak berani meminta lebih pada Zara. Aku tahu ketidak nyamanannya. Namun, penerimaan Arsya yang diluar dugaan kami, itu lah yang membuat kami terpaksa harus sedikit gencatan senjata. Well, Zara tepatnya yang harus sedikit gencatan senjata. Aku pada dasarnya, dengan senang hati menerima kehadiran Zara. Sangat menginginkan tepatnya.

Aku tidak menyangka, seorang Gavin, yang digadang – gadang berhati lapang (menurut cerita Zara), mampu menuduh Zara sepedas itu. Mungkin kehadiranku memang seperti ancaman, tapi apakah menuduh Zara seperti itu diperlukan?

Ingin aku rasanya melayangkan tinju ke wajahnya, tapi siapalah aku sekarang ini? aku tidak ingin semakin memperumit masalah. Sebaiknya memang, aku berdiri diluar lingkaran. Tapi, kata – kata Gavin, sangat mengusik ku. itu yang terjadi didepan mataku, entah apa yang dia lontarkan jika aku atau Arsya tidak ada disekitarnya. Apakah nantinya, dia akan menjadi suami yang suka melontarkan kata – kata pedas pada istrinya walau didepan anak? Terlebih, Arsya bukan darah dagingnya, apakah cinta dan simpati nya cukup dalam, untuk dia bisa menjaga mulutnya didepan Arsya?

Aku harus membicarakan masalah pertemuan ku dengan Arsya, selama Gavin ada di Jakarta. Lebih baik aku yang mengalah, aku tidak ingin menambah beban Zara. Sepanjang Zara masih memberiku jatah bertemu Arsya, aku rela walau harus sedikit ribet dan terbatas. Yang terpenting, Zara berhenti di pojokan, dan aku bisa bertemu Arsya. Kebahagiaan mereka berdua, adalah diatas segala – galanya.

Aku ingin menghadirkan senyuman di wajah Zara, walau itu dengan cara, merelakan nya untuk dibawah penguasaan Gavin. Apapun aku rela, asalkan Zara benar – benar bahagia.

Tapi, terselip doa, ya Allah jika aku bisa menjadi sumber kebahagiaan Zara, maka mohon izinkan lah. Apakah aku egois, dengan menyimpan secercah harapan, ingin menjadi sumber kebahagiaan Zara?

Me : kabarin abang, kapan abang bisa ngomong sama kamu ya. sorry for the chaos, abang harusnya langsung pulang aja.

Aku mengirimkan sebaris pesan whatsapp pada Zara. Aku tadi menyempatkan untuk mampir klinik sebentar. Aku terkena radang tenggorokan dan flu, akibat daya tahan tubuhku menurun, karena kurang tidur dan kelelahan. Selama di Singapore, memang aku selalu tidur lewat tengah malam. Sekembalinya ke hotel, biasanya aku mandi makan dan merampungkan pekerjaan. Karena aku memang sudah berencana menghabiskan weekend bersama Arsya. Jadi aku berusaha semua pekerjaan sudah selesai, tidak ada pekerjaan yang harus ku selesaikan disaat weekend.

Zara : sama – sama bang, aku juga minta maaf. WA aja dulu ya bang, aku masih sama Gavin.

Me : okay, sampaikan maaf abang ke dia ya. btw Arsya gimana?

Zara : Arsya tadi sempat cariin, nangis sebentar, sekarang udah anteng.

Me : abang mungkin gak bisa ketemu dulu 2-3 hari Ra, abang flu berat. Takut dia ketularan.

Zara : Okay, nanti aku kasih dia pengertian.

Me : abang masih boleh video call dia?

Zara : boleh, nanti malam sebelum tidur.

Me : thanks Ra, I owe you much. Btw, menurut kamu, sebaiknya gimana?

Zara : sebaiknya gimana, gimana?

Me : apa abang tetap boleh berkunjung ketemu Arsya? Abang ngikut kamu aja, jangan sampai jadi masalah antara kamu sama tunangan mu.

Zara : iya bang, nanti aku kabarin gimana – gimananya.

chasing you back ( where are you Zara?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang