Zara,
"jadi kalian sekarang kayak gini Ra?"
Aku baru saja masuk kembali ke ruangan kerjaku, dan sudah langsung disambut sinis oleh Gavin. Sepertinya dia kesal melihatku menyusul bang Adrian ke mobilnya. Aku menghela napasku kesal.
"Gavin, bisa stop nggak? Aku gak suka ya kayak gini" ucapku sambil melewatinya dan duduk kembali di kursi kerjaku, membuka laptop dan berusaha mengembalikan konsentrasi ku ke pekerjaan lagi.
"aku juga gak suka Ra lihat kamu kayak gini. ini ujung – ujungnya, bakalan timbul lagi perasaan antara kalian" Gavin melangkah mendekatiku, dia masih terselubung emosi. Gavin benar – benar berubah menjadi orang yang emosional, sejak dia dihadapkan langsung dengan sosok bang Ian. Aku seperti kehilangan sosok Gavin yang dulu.
"Gavin... kamu udah keterlaluan deh. Terus mau kamu apa? aku larang Arsya ketemu ayahnya? Aku lama – lama capek loh, hidup dengan kalian – kalian, yang hanya mementingkan ego kalian, gak mikirin Arsya gimana" aku menatap Gavin kesal, tangan kiriku menggebrak meja kerjaku, tidak kencang hanya saja cukup menggambarkan kalau aku sudah pissed off sekali dengan tingkah Gavin hari ini.
"why don't you try to see on the bright side? Dia bantu aku asuh Arsya, beban ku berkurang sedikit, dan kita? Look at us.. bohong kalau kamu gak mau punya waktu berdua aja sama aku. Atau emang kamu gak mau?" aku menatapnya beberapa detik, lalu melengos kembali ke laptopku.
"ya.. aku seneng Ra kita bisa berdua aja begini"
"naaah..." potongku segera "kamu juga taking advantage kan dari situasi ini? dan kita gak perlu merasa bersalah sama advantage ini, karena apa? karena bang Adrian suka rela kasih kita ini, bukan kita yang minta loh, kamu denger sendiri tadi dia bilang apa? dia yang nawarin kan?" aku menengadahkan tangan kananku ke arahnya, aku menatapnya lekat – lekat. Dia tampak terjebak dengan kemarahannya sendiri. aku yakin, dia pun senang dengan situasi ini, hanya saja..
"cuma kamu merasa kamu wajib marah – marah dan cemburu kan? Karena orang yang kasih kamu kesemptan untuk bisa quality time sama aku ini, adalah Adrian" sambungku lagi "sekarang terserah kamu, mau manfaatin waktu ini, atau mau terus – terusan mojokin aku dan pissing me off. Yang jelas, I'd rather be alone than having you around kalau tingkah kamu terus – terusan kayak gini"
Gavin meraih kepalaku dan menyandarkannya di perutnya, mengusap lembut rambutku "I'm sorry baby.. I'm sorry"
Aku hanya diam didalam dekapannya. Aku tahu, hari ini dia akan say sorry, besok ketika dia bertatap muka lagi dengan bang Adrian, maka situasi akan berbeda lagi. Hari – hari ku memang akan diwarnai dengan emosi orang – orang yang fluktuatif. Mama dan Gavin, dan akhirnya akan berdampak ada emosi ku.
Untunglah, bang Adrian tidak banyak menuntut. Bahkan terkesan pasrah. Dan ini malah membuat, rasa simpatik ku padanya,semakin hari semakin meningkat. Dan aku sadar, ini berbahaya untuk hubungan ku dan Gavin.
****
Adrian,
Aku menggandeng Arsya memasuki lobby apartemen, security yang biasa menjaga lobby memandangku heran, karena ini kali pertama aku datang membawa anak kecil, mirip pula dengan ku. aku hanya mengangguk menyapanya, dia pun membalas anggukan ku.
Arsya berkeras dia yang memencet angka lift, karena dia merasa sudah hafal dengan deret angka. Aku pun membiarkannya memencet angka 10, itu saja sudah membuatnya tersenyum bangga.
"10th Floor Sya" ucapku, dia langsung sigap melompat menepuk angka 10.
"Good Job" aku mengacungkan jempol, senyumnya semakin sumringah.
KAMU SEDANG MEMBACA
chasing you back ( where are you Zara?)
RomanceWarning! Adult content 21+ Penyesalan selalu datang terlambat. Sesuatu yang berharga, baru akan terasa ketika sudah kehilangan. Bagaimana cara mendapatkannya kembali? Adrian Kamil Nasution : Dosaku ke Zara terlalu besar, bahkan mungkin tidak termaaf...