Adrian,
"jadi, gimana kemarin ke waterboom nya?"
Aku sedang makan siang bersama Ale dan Barra dikantor, Kanaya baru saja mengirimkan makan siang untuk kami bertiga. Kanaya memang rajin mengirimkan makan siang untuk Barra, menu sehat. Aku juga sering kebagian. Kanaya dan Barra sangat mensupport ku untuk terus hidup sehat, agar kelak aku memiliki istri lagi, kondisi ku sudah lebih baik.
Istri, siapa sekarang yang bisa kubayangkan menjadi istri? Satu – satunya wanita yang kucintai, hanyalah Zara.
"wah gila man, gue happy banget" aku menyahut antusias, aku memang benar – benar bahagia hari sabtu itu. Bahagia luar biasa, pertama kalinya, aku menghabiskan waktu berrekreasi dengan Arsya dan Zara. Apalagi ketika melihat Zara menata makanan untuk kami, walau masih berwajah datar padaku. Itu saja aku sudah bahagia luar biasa.
"bahagia, karena anaknya, apa emaknya nih?" goda Ale padaku, sambil cengengesan. Diantara kami bertiga, Ale ini memang yang paling slengekan, paling cengengesan, bahkan sampai sekarang pacarnya siapa gak jelas. Beberapa kali terlihat jalan sama cewe, 2 bulan kemudian cewe nya udah lenyap. Kalau ditanya, alasannya rewel, malesin.
Aku tertawa menanggapi Ale "ya karena anaknya laaah.... mommy nya juga sih" ucapku sambil cengar cengir.
"terus gimana lo sama Zara?" tanya Barra, selalu Barra yang menanyakan hal serius. Dia paling rajin memeriksa keadaan ku belakangan ini. dia pernah berkata padaku, kalau dia berhutang banyak padaku. Aku juga bingung hutang apa, dia bilang, karena aku dia dan Kanaya bisa kembali baik – baik lagi.
"itu gue bingung man, Zara itu, udah punya pacar, udah 3 tahun lebih jalan. Pacarnya juga nerima Zara dan Arsya. Pacarnya di Australia, dan minggu ini katanya dateng. Gue bingung sendiri deh, kemunculan gue nasibnya gimana" aku bersandar pada sandaran kursi, tanganku menusuk semangka dari kotak bekal dengan garpu.
"ya, pacarnya udah tahu soal kemunculan lo?" tanya Barra lagi, aku mengendikan bahu.
"make it clear, Zara maunya gimana selama pacarnya disini. bilang terus terang lo tetap mau ketemu Arsya. Tapi ya biar Zara yang atur gimana – gimananya, lo jangan maksa" titah Barra lagi.
"egois gak sih, kalau gue gak hanya menginginkan Arsya, tapi juga Zara? Gue pingin mereka berdua, pingin kami jadi keluarga beneran?" aku menatap kedua sepupuku ini, Ale tampak clueless dan Barra masih menyelesaikan makannya.
"cinta banget lo sama Zara? Dari dulu apa baru aja pas ketemu lagi?" Ale melemparkan pertanyaan padaku.
"cinta banget? Iya. Dari dulu apa pas baru ketemu lagi? Dari dulu gue cuma cinta Zara" jawabku mantab dan yakin. Ale tampak mengerutkan alisnya.
"lah? Evelyne?" tanyanya lagi, aku mengendikan bahu.
"kami cocok, kami se irama, kami sepemikiran, kecuali soal masalah gue ini. tapi ada cinta diantara kami atau nggak, itu yang gue raguin. Nyatanya, gak ada satupun dari kami yang berusaha berbuat lebih untuk menyelamatkan pernikahan. Dia selingkuh dan gue santai aja dia minta cerai. We're just click, tapi don't get me wrong, gue sayang sama Eve" jawabku, njlimet memang, Ale aja tampak bingung.
"kalau Eve cinta sama gue, dia pasti bakalan tanya soal tato di dada gue" imbuh ku lagi. Barra dan Ale tampak bingung, tato apa yang kubicarakan?
"tato?" ucap mereka berbarengan, aku mengangguk
"iya, tato, huruf Z, mayan gede kok. Dan gue yakin Eve sadar. Dan dia gak pernah complain, or minimal nanya Z itu apa. kan gak mungkin dia mikir itu Zoro kan? Eve bukan perempuan lemot or cetek otaknya" jawabku.
KAMU SEDANG MEMBACA
chasing you back ( where are you Zara?)
RomanceWarning! Adult content 21+ Penyesalan selalu datang terlambat. Sesuatu yang berharga, baru akan terasa ketika sudah kehilangan. Bagaimana cara mendapatkannya kembali? Adrian Kamil Nasution : Dosaku ke Zara terlalu besar, bahkan mungkin tidak termaaf...