PART 30

6.7K 751 7
                                    

Adrian,

Arsya terus menangis di pelukan Zara, sampai akhirnya dia tertidur pulas karena kelelahan. Dia merebahkan dirinya dengan posisi kepala di pangkuan Zara dan kaki nya terjulur di pangkuanku. Tidak ada satupun dari kami, yang beranjak dari posisi duduk kami, tidak ingin mengusik kenyamanannya.

Kami berdua masih saling terdiam, bingung harus bersikap apa atas reaksi Arsya hari ini. benar – benar diluar dugaan. Arsya adalah anak 5 tahun yang benar – benar sering diluar dugaan. Tidak cukup berhenti sampai di dia mempertanyakan kemana daddy nya, dan konsep seorang daddy yang berbagi roti dengannya, bermain sampai berguling – guling lalu menggambar dan bernyanyi bersama.

Sekarang dia memiliki konsep baru, dimana mommy and daddy adalah dua orang, yang seharusnya tinggal bersama dalam satu atap.

Arsya itu bagaikan sponge, dia menyerap segala kejadian dan informasi yang dia dapatkan dari lingkungannya dengan baik. Kebingungan mulai merasuki pikirannya. Kenapa kini dia memiliki sosok orang, yang dia yakini adalah daddy nya, tapi sosok daddy ini tidak pernah pulang ke rumah yang sama dengan mommynya.

Dan divorce, kosa kata yang pasti awalnya diserap anak – anak dari orang dewasa, tanpa paham konsep utuhnya. Namun untuk kasus aku dan Zara, kami bahkan bukan pasangan suami istri yang bercerai, ini lebih rumit lagi untuk di jelaskan. Bagaimana menjelaskan pada Arsya, bahwa mommy dan daddy nya adalah pasangan yang tidak pernah menikah.

Penyesalan semakin menggunung didalam diriku. Akibat dari perbuatan tidak bertanggung jawabku, akan terus menghantui sampai kapanpun. Andai 6 tahun yang lalu, aku dengan gagah berani mempertanggung jawabkan perbuatanku, semuanya tidak akan begini.

Kini, lidahku kelu, tidak mampu merangkai kata – kata untuk menjelaskan pada Arsya. kenapa daddy tidak bisa pulang kerumah mommy atau sebaliknya. Kami juga tidak mungkin berpura – pura tinggal seatap, semakin nista hidup kami.

Setelah keinginan Arsya untuk memiliki sosok daddy sudah bisa terpenuhi, ternyata hasrat nya tidak berhenti sampai disitu. Arsya masih memiliki keinginan lainnya, mommy dan daddy tinggal dalam satu atap.

Tentu keinginan yang satu ini, berat untuk kami penuhi. Kami harus menikah dulu, untuk bisa tinggal satu atap. Menikah, jelas bukan sesuatu yang mungkin terjadi untuk saat ini.

Sekelebat hal terlintas di pikiranku, bagaimana reaksi Arsya nanti, mendapati pria yang akan tinggal seatap dengannya adalah Gavin, bukan aku? Apakah dia akan menerimanya? Apakah Gavin menerima reaksi penolakan Arsya nantinya? Apakah Gavin akan tetap menyayangi Arsya, ketika tahu dirinya ditolak nanti?

Walau aku tidak tahu pasti, apakah Arsya akan menolak kehadiran Gavin atau tidak. Tapi aku memiliki keyakinan, kalau jalan mereka tidak akan semulus dulu, ketika Arsya belum mengenalku.

Takdir benar – benar telah merubah jalur hidup kami ber 4. Zara, Arsya, aku dan Gavin.

"bang..." panggil Zara membelah keheningan kami, aku yang masih dalam posisi yang sama, duduk bersandar di sofa dengan kaki Arsya yang masih menjulur di pangkuanku, menoleh menatap Zara yang pandangannya lurus kosong kedepan.

"gimana ini bang? Kenapa jadi gini?" tanyanya putus asa, reflek aku mengulurkan tanganku mengusap rambutnya beberapa kali. Andai semua lebih mudah, semudah aku ingin sekali menikahinya.

"sabar Zara" ucapku lirih, tanganku terus mengusap lembut rambutnya, dia tidak menolak "abang akan cari cara supaya Arsya bisa ngerti kondisi kita"

"apa kita perlu terus terang bang?" dia akhirnya menoleh padaku, pandangannya berkaca – kaca, segaris air mata mengalir membasahi pipinya, aku tidak rela melihat air mata itu. Aku mengusap air mata itu dengan ibu jariku.

chasing you back ( where are you Zara?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang