PART 31

6K 713 5
                                    

Adrian,

Sebelum Arsya menumpahkan ganjalan di hatinya, tentang kenapa mommy dan daddy tidak tinggal bersama. Sebenarnya ada satu beban yang ku tanggung di pundakku. Penyesalan yang mungkin, tidak ada solusinya.

Aku mencoba berbicara dengan orang yang jauh lebih mengerti agama dari pada diriku. Bagaimana status Arsya terhadap ku. maka dia menjelaskan, bahwa anak yang terlahir dari hasil per zinahan, sesungguhnya dia hanya memiliki Nasab ibunya.

Aku tidak paham, apakah itu Nasab. Aku bertanya lagi, apakah itu Nasab. Dia menjelaskan bahwa Nasab adalah, sebagai suatu tali yang menghubungkan keluarga dan hubungan darah lainnya. Yang dapat ku asosiasikan sebagai, aku adalah orang asing bagi Arsya. bukan siapa – siapa, hanya ayah secara biologis saja.

Bahkan akibat dari semua itu adalah, Arsya tidak memiliki hak atas warisku. Ini sungguh menghantam ku. air mata tidak bisa kubendung lagi, ketika aku mendengar penjelasan ustad tersebut. Aku telah menempatkan anakku, di kehidupan yang menyesakan.

Mungkin bagi beberapa laki – laki lain, ini adalah sebuah keuntungan, bebas dari tanggung jawab. Tapi bagiku, ini adalah malapetaka, bencana. Aku tidak ingin Arsya terkatung – katung. Bukan aku meremehkan harta yang di miliki oleh Zara, aku yakin dia memiliki lebih dari cukup.

Tapi, bagaimana jika sesuatu terjadi pada Zara? Bagaimana aku bisa melindunginya? Ini tidak hanya masalah waris, tapi bahkan pertalian diantara kami dianggap putus. Aku benar – benar tidak berhak seujung kuku pun, atas anakku. Bahkan aku tidak memiliki hak secara kewalian.

Bagaimana jika Zara tidak jatuh di tangan laki – laki yang tepat? Yang bisa melindungi tidak hanya Zara, tapi juga anakku?

Tanpa kusadari, perbuatanku sudah membuat Arsya menjadi anak yang akan terancam menjadi sebatang kara.

Hal ini membebani ku beberapa hari belakangan ini, sejak aku mengetahui fakta ini. Arsya anakku, aku sudah membuatnya sengsara untuk masa lalu, hari ini, dan mungkin kelak di masa depan.

Satu – satunya jalan adalah mengesahkan status Arsya secara hukum, tapi ini tidak bisa kulakukan, tanpa aku menikahi Zara terlebih dahulu, dan mengajukan permohonan pengesahan status anak pada dinas pencatatan kependudukan dan catatan sipil.

Bagaimana aku bisa menikahi Zara? Jika sekarang Zara bahkan sudah dimiliki oleh Gavin?

Aku juga meminta bantuan Barra, untuk merancang suatu wasiat atas namaku, dimana Arsya akan tetap mendapatkan hak secara perdata, atas sebagian hartaku. Minimal, aku harus bisa memastikan, hidup nya akan baik – baik saja.

****

Kini, masalah selanjutnya adalah ( bahkan masalah pertama belum selesai ku rampungkan ), Arsya menginginkan agar aku dan Zara bisa selalu bersama – sama. Satu rumah.

Jelas ini nyaris mustahil.

Aku memutuskan menunggu sampai Arsya terbangun dan mendapati diriku masih ada di sisinya. Zara bahkan menolak kedatangan Gavin, karena situasi sedang tidak memungkinkan. Entahlah bagaimana reaksi Gavin, aku tidak bisa mendengarnya dari sebelah sini.

Beberapa saat aku dan Zara terpenjara dalam posisi duduk bersebelahan, dengan anak kami yang tidur melintang diantara kami, degan gurat wajah kesedihan yang tercetak jelas.

"kita mau jawab apa nanti dia bangun bang?" Zara memecah keheningan, Arsya sudah terlelap kurang lebih 45 menit. Bahkan paha ku mulai terasa kebas.

"jangan langsung dijelaskan kondisi kita, Ra. Pelan – pelan" ucapku "Arsya memang cerdas, tapi dia tetap 5 tahun. Dia butuh waktu yang banyak, untuk bisa nyerap, kenapa kita gak sama – sama"

chasing you back ( where are you Zara?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang