4

215 42 0
                                    

"Akhirnya ... kau ke sini, Nakula.", Pratiwi berteriak kegirangan.

Kuda tunggangannya tahu dimana majikannya berada. Hewan itu sudah belajar banyak bagaimana cara membuka pintu gudang. Setelah beberapa hari tidak bertemu, rasa rindu bisa terobati saat ini.

"Hei kalian semua! Ayo keluar, ikuti aku!", Pratiwi memberikan perintah.

Anak-anak itu berjalan beriringan. Mata mereka kaget dengan apa yang dilihat.

"Hah ... kebakaran besar sekali!", seorang anak berujar atas pemandangan di depannya.

"Kita harus kemana?"

"Ayo ikuti aku! Kita pergi ke arah belakang gudang ini. Ke arah kota.", Pratiwi memberi petunjuk sambil menuntun Nakula, kuda tunggangannya.

Mereka berjalan sambil saling berpegangan.  Diantara mereka tidak terpikir untuk pergi sendiri-sendiri, takut jika ada yang memergoki dan menangkap mereka. Dan, malam-malam seperti saat ini bukan ide bagus untuk berjalan sendirian.

"Nyimas, orang-orang yang menyekap kita kemana?", Pranata bertanya keheranan.

"Mungkin mereka sibuk memadamkan api yang membakar kapal."

"Menurutku tidak, Nyimas. Mereka ada di depan kita.", seorang anak perempuan memberitahu.

Dalam keremangan malam, seorang lelaki berdiri tidak jauh diantara 2 bangunan. Anak-anak itu ketakutan. Mereka semua berhenti melangkah. Dihadapannya, seseorang yang mereka kenali. Bertubuh tinggi dan berambut panjang.

"Hei ... kalian mau kemana?!", lelaki itu berteriak.

Sontak, anak-anak itu berbalik arah. Mereka hendak melarikan diri. Tapi, tidak bisa ...

"Hahaha ... ada aku di sini! Kalian tidak bisa ke mana-mana.", seorang pria berdiri di arah yang berlawanan. Sama-sama bertubuh tinggi dan berambut panjang.

Anak-anak itu pun ketakutan. Mereka terjebak.

...

Tidak ada yang bisa dilakukan.

...

Kedua pria itu hanya berdiri tanpa melangkah sedikitpun. Dari keremangan cahaya, terlihat mereka mengacungkan senapan laras panjang. Mengancam.

"O ... ternyata mereka di sini.", datang teman-teman kedua pria itu.

Mereka semakin banyak, jumlah mereka cukup untuk menangkapi anak-anak itu satu-persatu.

"Hueee ..."

Nakula merasakan ketidaknyamanan. Naluri hewani  kuda itu tergugah.

Tenang, Nakula. Belum saatnya untuk bertindak.

Perkiraan Pratiwi benar. Sekelompok pria itu berjalan perlahan dari kedua arah. Bermaksud menangkapi "harta berharga" milik mereka yang hendak kabur.

...

Pria-pria itu semakin mendekat.

Dengan sigap, Pratiwi menaiki kudanya. Sembari menghentakan kakinya, Pratiwi duduk di atas pelana dan mengajak kudanya menerjang pria-pria itu.

"Hiaaaa!!"

Kuda itu melompat ke arah sekelompok pria di depannya. Kaki kuda itu terangkat dan mengenai dada salah satu diantara mereka. Terjungkal.

Tidak ada waktu untuk menarik pelatuk senapan. Yang terjadi, mereka terjungkal satu-persatu.

Bruugg!

Anak-anak itu tidak menyia-nyiakan kesempatan. Mereka berlari sekencang yang mereka sanggup.

Panca dan Manusia ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang