20

95 30 0
                                    

"Nakula ... Nakula ... untungnya kita bertemu di sini.", Raden Bakti mengelus-elus wajah kuda itu.

Nakula berdiri dengan tenang ketika dihampiri seseorang yang dikenalinya. Setelah semalaman kuda itu berjalan-jalan di jalanan Batavia, akhirnya dia bertemu dengan seseorang yang dikenalinya.

"Nakula ... dimana Pratiwi?"

Kuda kecokelatan itu mengibaskan ekornya dan menggoyangkan kepala. Dia mulai berjalan perlahan.

Sepertinya kuda ini akan menuntunku ke suatu tempat. Raden Bakti bergumam dalam hatinya. Wajahnya berbinar karena telah menemukan titik terang.

Pria itu menaiki Nakula kemudian menyusuri jalanan Ibu Kota. Nakula berjalan perlahan. Tubuhnya bergoyang menyiratkan rasa senang.

...

Beberapa saat Nakula dan Raden Bakti menyusuri jalanan yang lengang. Tidak ada kegiatan seperti biasanya. Aktifitas ekonomi terhenti hari itu. Pemandangan langka di jalanan Ibu Kota.

Ternyata bukan hanya aku yang merasakan kekecewaan. Hati Raden Bakti menerka perasaan orang-orang dalam suasana seperti hari itu. Dalam beberapa hari ke depan, sumber pendapatan mereka akan hilang. Dan tidak tahu kapan akan pulih kembali.

"Kakang! Kakang Bakti!"

Terdengar suara orang berteriak dari kejauhan. Lamunan Raden Bakti buyar ketika terdengar orang memanggilnya.

"Aditama!"

Ternyata, Raden Bakti kembali bertemu dengan orang yang dikenalinya. Dia terheran karena mendapati adiknya sudah keluar dari penjara.

"Bagaimana bisa Kakang menunggangi Nakula?"

"Dia sengaja mencariku di jalan menuju Pelabuhan. Kami bertemu di sana."

"Oh ... kau binatang pintar ....", Raden Aditama mengelus kepala peliharaan anaknya itu.

"Bagaimana kau bisa keluar penjara?"

"Ah, nanti kita bicarakan. Sekarang, aku mau mencari Pratiwi, Kakang juga?"

"Ya, tentu saja ... dan Nakula tahu dimana dia."

"Dimana?"

Kedua orang itu serempak melirik ke arah bangunan di pinggir jalan tempat mereka berdiri. Sepertinya aku kenal tempat ini. Pikir mereka berdua.

Dihadapan mereka berdiri sebuah bangunan khas Cina lengkap dengan ornamen warna merah. Penginapan langganan mereka berdua.

Panca dan Manusia ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang