"Ah, dia hilang."
Raden Panca merasa kecewa ketika kehilangan jejak orang yang dikejarnya. Dia merasa yakin jika orang itu berlari ke arah Pelabuhan.
...
Malam itu, pelabuhan tampak sepi. Hanya ada beberapa tentara yang berjaga. Pelabuhan yang gelap memang menjadi tempat yang baik untuk bersembunyi.
Batin Raden Panca merasakan keraguan, apakah dia terus mencari orang itu ke Pelabuhan atau berbalik arah. Langkah kaki Sadewa menjadi pelan, mungkin kuda itu sudah kelelahan.
Raden Panca menarik kekang, kuda itu berhenti. Sadewa diberi waktu untuk beristirahat.
Raden Panca berjalan kaki dalam kegelapan. Tanpa berkuda, dia lebih leluasa. Matanya tertuju pada bangunan-bangunan yang sudah rusak karena kebakaran pada malam sebelumnya. Dia terkaget-kaget ketika melihat Pelabuhan Batavia yang terkenal ramai, berubah menjadi sepi sama sekali.
...
Malam yang gelap semakin terasa gelap karena di tempat ini tidak ada penerangan sama sekali. Dari kejauhan, hanya ada sebuah lentera milik petugas yang sedang berjaga.
Apakah tempat ini benar-benar tidak berpenghuni?
Kewaspadaan Raden Panca semakin tinggi ketika dia mulai teringat dengan cerita-cerita orang tua. Di Pelabuhan ini bukan hanya para pedagang dan pelaut yang menghuninya, tetapi juga kelompok penjahat yang berubah peran menjadi pedagang budak.
"Kau sedang apa di sini, Anak Muda?"
Langkah Raden Panca terhenti. Dari balik tumpukan sisa-sisa kebakaran, muncul bayangan. Bukan hanya satu, tapi dua, lalu tiga sosok yang berdiri dengan gelagat mengancam.
"Untuk apa kau datang ke sini, malam-malam begini?"
Sekali lagi, sosok itu bertanya pada Raden Panca. Sebelum pertanyaan itu dijawab, salah satu diantara mereka melompat menerjang. Raden Panca terkaget-kaget.
Raden Panca mulai berencana untuk kabur. Dia dihinggapi ketakutan.
Kaki kanan Panca tersandung sebuah balok kayu yang tergeletak di tanah. Dia tersungkur. Duggg ... kepalanya terbentur.
Aneh, kemana orang itu?
Raden Panca mulai keheranan ketika dia menoleh ke arah sosok-sosok tadi berdiri. Sangat sulit melihat mereka karena cahaya yang kurang.
Terdengar suara keributan, mereka berkelahi. Tapi, dengan siapa?
Keributan itu tidak berlangsung lama. Hanya beberapa saat.
Masih dalam keadaan terbaring di tanah, Raden Panca mengamati menunggu keadaan. Tidak ada reaksi apa-apa.
Penasaran, dia pun berdiri. Dengan perlahan, dia berjalan ke tempat sosok bayangan tadi berdiri. Kakinya menyentuh sesuatu. Terasa hangat.
Mereka mati.
Kulit kakinya menyentuh cairan hangat. Darah mengalir ...

KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Manusia Api
ActionDarr ... Suara ledakan mengagetkan para pekerja pelabuhan sore itu. Syahbandar berlari ke arah ledakan, wajahnya menampakan kekagetan luar biasa. Bluurr ... Api menjalar ke setiap bagian kapal yang menjadi sumber suara ledakan. Semua orang yang be...