24

99 26 0
                                    

Raden Panca memacu kudanya dengan cepat. Matanya tertuju pada jalanan di depannya. Dia tidak ingin sampai di Batavia ketika hari sudah gelap. Karena, kegelapan malam bisa menyulitkan misinya kali ini.

Remaja itu bermaksud menyusul Ayahnya untuk mencari Pranata dan Pratiwi. Meskipun sudah dilarang Ayahnya, rasa penasaran dan rasa bersalahnya sulit hilang apabila dia berdiam diri saja di rumah.

Begitupun sore itu, Raden Panca menyusuri jalanan Batavia dengan laju kuda yang cepat. Orang-orang yang menyaksikan merasa keheranan dengan cara dia memacu kudanya itu. Ada apa?

Jalanan sore itu lengang, tidak ada kegiatan perdagangan selayaknya jalanan yang dekat dengan Pelabuhan. Raden Panca merasakan keanehan, dia mengurangi laju kudanya. Matanya tertuju pada kerumunan serdadu yang berjaga di jalan menuju Pelabuhan.

"Maaf, Tuan. Ada apa ini?" dengan membuka topeng kain diwajahnya Raden Panca bertanya pada salah seorang serdadu.

"Ha! Aku bosan menjawab pertanyaan ini! Kau tidak tahu kalau Pelabuhan ditutup karena kebakaran!"

"Maaf Tuan. Tidak ada tulisan atau pengumumannya."

"Jadi kau menyalahkan aku? Karena tidak menulis papan pengumuman!"

"Maaf, Tuan ...," Raden Panca pun berlalu. Dia berbalik arah dan bermaksud pergi meskipun tidak tahu pergi ke mana.

Langkah kaki kuda terlihat pelan. Penunggangnya pun nampak kebingungan. Matanya mencari-cari sesuatu yang bisa memberinya petunjuk. Dimana Pratiwi dan Pranata?

...

Raden Panca mengarahkan pandangan ke langit. Matahari sudah tenggelam meskipun semburat cahayanya masih terlihat menghiasi langit di arah barat. Malam menjelang, Raden Panca mulai merasakan kekhawatiran.

Remaja itu memang bukan pertama kali menginjakan kaki di Batavia. Tapi, dia khawatir jika hari sudah gelap bisa menyulitkan pencarian. Apalagi, petunjuk bagi dia satu-satunya yakni Pelabuhan sedang dijaga ketat para serdadu.

Si Kuda berjalan pelan. Penunggangnya berharap menemukan petunjuk lain. Dia berpikir sambil melihat ke sekeliling. Siapa tahu ada yang bisa membantu memberi informasi, meskipun dia tahu informasi sulit didapat di tempat seperti ini. Setiap orang saling menjaga rahasia.

BLURR ...

"Heihh ...," Si Kuda dikagetkan oleh semburan api dari sebelah kiri jalan.

"Tenang ... tenang, Sadewa."

Kuda itu tidak bisa tenang ketika dilihatnya api menyembur dari salah satu bangunan. Ada kebakaran.

Panca dan Manusia ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang