Valentjin datang kembali ke Panti Asuhan tempatnya anaknya dititipkan. Hampir setiap malam dia melakukan itu. Rasa cintanya pada gadis itu semakin besar karena hanya dia keluarganya di negeri ini.
Terlahir di negara yang jauh sekali dari Batavia, kini dia menjadi penanggungjawab dari sebuah kota sebesar Batavia. Beban kerja yang diembannya serasa lebih berat dari sebelumnya, karena ditambah dengan kesedihan ditinggal orang tercinta.
Malam ini, dia bermaksud menemui anaknya itu dengan cara yang lebih sopan. Bila malam sebelumnya dia suka mengetuk jendela kamar, maka malam ini dia ingin bertamu layaknya manusia beradab.
Dia sudah berdiri di depan pintu. Sedikit ragu untuk menemui anaknya malam hari begini, tapi dia tidak punya banyak waktu jika melakukannya siang hari. Dengan keadaannya yang tidak biasa, dia khawatir anak-anak lain di panti merasa ketakutan.
"Haaaa!!"
Apa yang dipikirkannya benar-benar terjadi. Seorang anak berteriak ketakutan ketika dia membuka pintu dan mendapati sosok menakutkan berdiri di sana.
Sontak anak lain keheranan akan teriakan anak laki-laki itu. Mereka berhamburan menghampiri. Tidak terkecuali Ibu Panti.
"Ada apa, Nak?" Ibu Panti menghampiri.
Wanita dengan gaun abu-abu itu setengah berlari menuju pintu.
"Ini ... ada orang ...," anak itu menjelaskan.
"O ... ada tamu."
Valentjin tersenyum. Walaupun senyumnya itu malah membuat anak-anak ketakutan. Keramahan yang disalahartikan.
"Maafkan aku, Nak. Silakan saja jika kau akan membuang sampah. Aku tidak akan mengganggumu."
"Tuan Walikota?"
"Ya, maafkan saya jika datang malam-malam begini dan membuat kalian ketakutan."
Ibu Panti tersenyum ramah dan mempersilakan Valentjin masuk. Terlihat dari raut muka wanita itu ketika memperhatikan wajah Valentjin yang dibalut perban. Dia memaklumi jika anak tadi berteriak.
"Ayah!"
Tiba-tiba seorang gadis berlari kemudian merangkul tamu itu.
Anak-anak lain di Panti Asuhan itu merasa heran dengan apa yang dilihatnya. Seorang gadis manis seperti Shopia punya Ayah yang mengerikan.
Sophia tertawa bahagia melihat Ayahnya. Seperti biasa, dia memegang perban di wajah Ayahnya. Sebuah tanda kepedulian seorang anak kecil.
"Ayah, tadi pagi aku bertemu teman baru."
"O ya? Siapa namanya?"
"Pranata."
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Manusia Api
ActionDarr ... Suara ledakan mengagetkan para pekerja pelabuhan sore itu. Syahbandar berlari ke arah ledakan, wajahnya menampakan kekagetan luar biasa. Bluurr ... Api menjalar ke setiap bagian kapal yang menjadi sumber suara ledakan. Semua orang yang be...