47

78 25 0
                                    

"A Ling, kau tahu kenapa di Batavia begitu sering terjadi kebakaran?" Raden Panca merasakan keheranan dalam hatinya.

"Aku tidak tahu. Tidak pernah memikirkannya."

"Aku yakin ada kesengajaan."

"Dibakar, maksudmu?"

"Ya."

"Bagaimana kau bisa menyimpulkan begitu? Memangnya kau punya bukti."

"Aku tidak punya bukti."

"Lalu ...."

"Tapi, semalam aku melihat orang yang membakar rumah makan di seberang kanal."

"Kejadian tadi malam ... aku bertemu dengan pemiliknya di Bank."

"Awalnya aku menyangka itu hanya kebakaran kecil. Tapi, setelah kuhampiri ternyata ada orang yang sengaja membakarnya."

"Kau lihat wajahnya?"

"Tidak. Dia memakai topeng dan pakaian serba hitam."

"Ternyata bukan hanya terjadi pada keluargaku ...."

"Jadi benar penginapanmu ada yang membakar juga?"

"Ya. Setelah membunuh kedua orangtuaku ... orang itu membakar penginapan kami."

"Eee ... maaf jika membuatmu sedih. Tapi ... sejak awal aku sudah menduganya."

"Bagaimana bisa? Bukankah kemarin kau datang ketika kebakaran itu telah terjadi?"

"Aku melihat banyak bekas cakaran di dinding penginapanmu."

...

Kedua remaja itu saling tatap. Mereka memikirkan hal yang sama.

A Ling melihat kembali amplop yang dipegangnya. Kemudian dia melihat ke arah Bank Batavia yang masih disesaki orang yang berkunjung.

"Apakah ini ada hubungannya dengan Bank?"

"Mungkin saja ... tapi kita tidak punya bukti apa-apa. Mungkin saja itu hanya kebetulan."

"Kebetulan yang terlalu ...."

...

Mereka terdiam sejenak. Dan, Raden Panca merasa berat untuk kembali bicara. Prasangka yang ada dalam dirinya memang sulit dibuktikan. Tapi, dia tahu masalah yang dihadapi A Ling bukan hanya tentang kematian dan kehilangan harta benda. Tapi, ini menyangkut hidup gadis itu di masa depan.

"A Ling, bagaimana orang tuamu?"

"Mereka masih dalam pengawasan Polisi. Sekarang ada di Rumah Sakit."

"Aku turut berduka cita."

"Aku juga mengucapkan terima kasih karena telah menolongku tadi malam."

Raden Panca hanya menganggukan kepala.

"Ahh ... kau sendiri kapan pulang?"

"Seharusnya hari ini juga ... tapi ...."

"Kenapa? Tenang saja ... aku bisa mengurus diriku sendiri. Aku terbiasa sendiri sejak bayi."

"Ya ... aku percaya itu. Tapi ... aku minta kau berhati-hati."

"Selalu. Sepanjang hidupku aku selalu berhati-hati."

"Maksudku ... kau berhati-hati pada pimpinan Bank itu."

"Direktur Bank?"

Panca dan Manusia ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang