32

96 28 0
                                        

Raden Panca tidak mau ikut campur dengan penyelidikan Polisi. Ketika menemukan petunjuk siapa pelaku pembakaran penginapan keluarga A Ling, dia hanya menyimpan informasi itu untuk dirinya sendiri.

Dalam pikirannya, dia membayangkan jika kebakaran yang baru saja terjadi pasti atas kesengajaan. Sayangnya, dia tidak bisa menggali informasi itu dari A Ling. Gadis itu masih pingsan.

Apakah terlalu kebetulan jika seorang staf Bank datang ketika kebakaran masih berlangsung?

Sambil mengelus-ngelus kuda kesayangannya, Panca berpikir keras. Hatinya begitu terketuk untuk memecahkan teka-teki ini. Dia merasa jika ini sudah menjadi rencana Yang Maha Kuasa apabila dirinya harus turut serta menolong A Ling.

Dia tidak bisa pergi begitu saja dan pulang ke rumahnya. Dia bertekad untuk menolong A Ling, setidaknya sampai dia tahu siapa orang yang tega membunuh orang tua A Ling dengan cara yang keji.

Di saat pikirannya menerawang, dia dikagetkan dengan bentakan seorang Polisi pada warga yang sedang berkerumun. Polisi berusaha menjauhkan warga ketika mereka membuka kain yang menutupi jenazah pemilik penginapan itu.

Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Raden Panca bisa melihat cukup jelas rupa jenazah itu. Dia mencoba  menguatkan hati untuk melihat kengerian di hadapannya.

"Tubuhnya penuh luka."

Seseorang berbisik ke telinga Raden Panca. Ternyata, pria yang membopong jenazah itu sudah berdiri di dekat Raden Panca.

"Luka seperti apa, Paman?"

"Mengerikan ... mereka seperti dicabik harimau ...."

"Maksud Paman?"

"Lukanya bergaris-garis seperti bekas cakar harimau."

"Bagaimana dengan lehernya?"

"Hampir putus ...."

Raden Panca terkaget-kaget. Air mukanya berubah seketika. Namun kegelapan malam membuat lawan bicaranya tidak bisa melihat perubahan rona wajahnya itu.

"Mengapa kau bertanya dengan lehernya?" pria itu merasa aneh dengan pertanyaan Raden Panca.

"Karena, kalau hanya cakaran ... mungkin mereka meninggal karena dibakar. Tapi, ketika leher mereka digorok,  berarti mereka meninggal terlebih dahulu sebelum dibakar."

"Ya, aku setuju dengan cara berpikirmu. Sebuah cakaran di tubuh jarang membuat orang langsung meninggal."

"Pertanyaannya, siapa yang membunuh mereka?"

"Itulah yang aku pikirkan."

Panca dan Manusia ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang