63

88 28 0
                                    

Pratiwi melecut kudanya paling depan. Pikirannya begitu khawatir ketika dari kejauhan terlihat api berkobar semakin besar. Dari belakang, Bajra dan Panca mengikuti Pratiwi dengan kecepatan tinggi.

Keremangan cahaya jalanan kota  cukup untuk menunjukan jalan mana yang harus ditempuh kuda-kuda itu. Beberapa kali mereka melewati jembatan-jembatan di atas kanal. Ketika malam, air jernih di kanal-kanal itu tidak terlihat. Batavia kala malam memang terkesan menakutkan. Tidak ada orang satu pun yang mereka temui.

Apakah karena masa darurat diterapkan di kota itu, sehingga orang-orang tidak berani keluar rumah?

Sesekali kawanan remaja berkuda itu bertemu dengan Polisi yang berpatroli. Lentera yang mereka bawa di tangan terlihat bergoyang-goyang. Hanya cahayanya saja yang tampak, wajah orang yang membawanya tidak terlihat jelas.

Tapi, polisi-polisi itu bisa melihat dengan jelas ada 3 ekor kuda yang melintas di hadapan mereka. Kecurigaan ada dalam benak mereka. Buat apa orang-orang berkuda lewat tengah malam begini?

Panca mulai merasakan ketidaknyamanan ketika melihat polisi-polisi itu berpatroli di pinggir jalan.  Dia mulai berpikir jika besok pagi dia harus bisa menjelaskan maksud kedatangannya ke Batavia. Tapi, untuk saat ini Panca harus bertemu A Ling dan memastikan dia baik-baik saja.

"Lihat! Kebakaran itu semakin besar!" Pratiwi menunjuk sebuah gedung yang terbakar hebat sembari menarik tali kekang. Menghentikan langkah Nakula.

"Wahhh ... bahaya ...! Apakah ini tempat tinggal A Ling?" Bajra memastikan.

"Sepertinya iya! A Ling pernah mengatakan kalau dia tinggal di Panti Asuhan orang Cina."

"Ya ... lihat gaya bangunannya. Jelas ini bangunan orang Cina."

Pratiwi turun dari kudanya, dia mulai mendekati bangunan itu. Tapi, tangan Panca meraih tangan gadis itu.

"Tenang. Kau tahu? Ini bukan kebakaran biasa ... ini pasti dibakar. Dan ... aku khawatir orang yang membakarnya masih ada di sana."

Pratiwi terdiam. Dia berpikir akan banyak kemungkinan terjadi. Termasuk, kehilangan nyawanya sendiri.

Ketiga remaja itu mulai mengamati keadaan. Kobaran api mulai merambat ke berbagai sudut bangunan.

"Raden, kau merasakan keanehan?"

"Apa?"

"Tidak ada orang satu pun yang datang menolong." Bajra mencium keanehan.

Panca dan Manusia ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang