55

85 27 0
                                    

JANGAN IKUT CAMPUR JIKA NYAWAMU TIDAK INGIN MELAYANG

Begitulah isi tulisan di kain yang membalut batu. Ditulis memakai tinta warna hitam dengan Bahasa Melayu sebagaimana kebiasaan orang-orang Batavia. Tulisan itu ditujukan pada siapa?

"Orang yang melemparkan batu itu sudah pergi" Raden Aditama berusaha memeriksa keadaan.

"Paman, menurut Paman ini dari siapa?" Raden Panca bertanya pada Raden Aditama.

"Mungkin sekali ini dari orang yang mengikutimu dari Batavia."

...

Orang-orang yang ada di rumah itu saling pandang tanpa bicara. Mereka mengira-ngira, kenapa ada yang mengikuti Raden Panca.

"Panca, memangnya apa yang sudah terjadi padamu?" Raden Bakti bertanya penasaran pada anaknya.

"Eee ... saya menyaksikan seseorang membakar rumah di Batavia ... mungkin ini dari dia."

"Lagi-lagi kau terlibat dalam masalah pelik, Nak." Nyai Bakti mengkhawatirkan keselamatan anaknya.

"Saya juga tidak sengaja ... melihat pembunuhan ...."

"Pembunuhan?", orang-orang di rumah itu bicara serentak.

"Ya ... di Pelabuhan."

"O ... Panca. Pamanmu ini jangan kau ikuti.", Raden Aditama.

"Maksud Paman?"

"Pamanmu sering terlibat perselisihan dengan orang-orang di Batavia," istri Raden Aditama menimpali.

"Lalu ... apa yang harus saya lakukan?" Panca ingin menyimpulkan.

"Diam di rumah dan jangan kemana-mana lagi ... apalagi pergi tanpa pamitan," Ayah anak remaja itu menyindir.

Raden Panca hanya tersenyum.

"Kau juga, Pratiwi." Raden Aditama menatap anaknya yang sedari tadi hanya menyimak.

Gadis itu pun tersenyum malu, menyadari kekeliruan.

Panca dan Manusia ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang