65

91 25 0
                                    

Walikota Valentjin tidak menyangka jika ada orang yang berusaha merebut senjatanya. Pria itu hampir saja terjatuh dari atap.

"O ... ternyata kau, Aditama!" Valentjin tidak terlalu kaget dengan kehadiran orang kepercayaannya.

"Tuan ... kenapa kau bertindak sejauh ini?", Raden Aditama berusaha mendekati Valentjin yang melangkah mundur. Senjata yang dipegang Raden Aditama dilempar ke arah kobaran api di bagian bawah bangunan.

Api semakin membesar. Genting-genting mulai berjatuhan karena kayu yang menahannya sudah rapuh terbakar. Tiga manusia di atasnya hanya bertumpu pada kuda-kuda atap yang masih kuat berdiri walaupun api mulai menjilati kayu-kayu itu.

"Hahahaha ... kau pikir tindakanku sudah kejauhan? ... Tidak ... tindakanku seharusnya sesuai rencana ... kalau saja keponakanmu tidak ikut campur urusanku!", Valentjin menunjuk Panca yang sedang berdiri di bawah bangunan bersama Pratiwi dan Bajra.

"Panca tidak mencampuri urusanmu ... dia hanya menyelamatkan temannya." Aditama berusaha menenangkan Valentjin.

"Tidak ... tidak ... dia sudah kuperingatkan tapi dia tetap saja ...."

"Tuan ... biarkan saja mereka ... mereka tidak tahu apa-apa."

"Justru itu! Keponakanmu terlalu banyak tahu! Dan aku tidak ingin ada yang tahu tentang rencanaku!"

Pratiwi dan Bajra memandang Panca. Mereka bertanya-tanya, rahasia apa yang diketahuinya sehingga Valentjin bisa sangat marah?

"Tuan ... jadi semua kebakaran ini adalah ulahmu? Benar begitu?" Panca berteriak untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi.

"Hahahaha ... itu yang kumaksud. Kau terlalu banyak tahu! Kau harus mati anak muda! Dan ... temanmu juga!" Valentjin menunjuk A Ling yang masih berdiri tanpa banyak bicara sepatah kata pun.

"Tuan ... ini bisa dibicarakan ... kau akui saja semuanya pada kami ... pada Pemerintah ... kau bisa meminta keringanan hukuman ...," Panca bernegosiasi.

"Ah ... dasar kau licik anak muda! Kau pintar menguasai keadaan! Hahaha ... sebenarnya aku salut padamu! Tapi ... aku tidak ingin mengakhiri masa jabatanku dengan tangan kosong."

Orang-orang yang mendengar kata-kata dari Valentjin mulai mengerenyitkan dahi. Mereka tidak memahami maksud kata-kata pria setengah baya itu.

"Apakah ini ada hubungannya dengan Bank Batavia?", hanya A Ling yang bisa menangkap maksud Valentjin.

Velentjin tersenyum sinis.

Panca dan Manusia ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang