36

83 20 0
                                    

"Tuan Walikota! Maaf, Anda tidak boleh masuk ke area pelabuhan!"

Seorang serdadu berteriak sambil berlari. Diikuti oleh serdadu lainnya, mereka berusaha menghentikan laju kereta kuda yang ditumpangi Valentjin.

"Ah ...."

Pria-pria berseragam biru tua itu akhirnya menyerah juga dengan sikap keras kepala Walikota Valentjin. Apa daya seorang tentara rendahan seperti mereka harus mengentikan laju kereta kuda milik seorang Walikota. Meskipun komandan mereka memerintahkan untuk mengosongkan reruntuhan Pelabuhan, tetapi pagi itu mereka tidak sanggup menjalankan perintah tersebut.

***

Di dalam kereta kuda, Valentjin hanya duduk termangu dengan tongkat penyangga di tangan kanan. Matanya menatap tajam ke setiap jengkal reruntuhan bangunan. Gudang, kantor bahkan barang dagangan milik perusahaan perkapalan ludes terbakar. Hanya abunya saja yang tersisa.

Duk .. duk !

Walikota Valentjin memukul langit-langit kereta, dia menyuruh kusir menghentikan kudanya. Lalu, Si Kusir menarik tali kekang. Dan, kuda-kuda itu pun berhenti serentak.

"Apa?!"

Valentjin berteriak kencang. Pengawalnya kaget dengan teriakan tuannya, dia kebingungan apakah harus menjawab pertanyaan itu atau memilih diam saja. Dia turun dari kuda dan menghampiri Valentjin dengan tergopoh.

"Ya, Tuan?"

Valentjin menghentakan tongkatnya ke batu jalanan. Dia terlihat kesal. Pengawalnya hanya diam, menantikan reaksi Valentjin selanjutnya.

"Mereka harus membayar mahal semua ini ....", suara Valentjin lebih pelan dari sebelumnya.

"Mana Syahbandar? Apa saja kerja dia? Bagaimana bisa kebakaran ini terjadi?"

Kata-kata kotor dan umpatan keluar dari mulut Sang Walikota. Pengawalnya hanya bisa tertunduk dan tidak berani menyela.

"Aku sudah menanam banyak uang pada kapal ini! Ah, lihat sekarang, dia hangus!"

Si Pengawal paham akan kemurkaan tuannya. Di depan mata mereka terapung kapal-kapal yang terbakar tempo hari. Dan, tentu saja kapal milik Sang Walikota yang terlihat menyedihkan. Kapal yang tadinya besar dan gagah, kini hanya terlihat kerangkanya saja.

Valentjin tidak tahan dengan apa yang dilihatnya. Dia membalikan badan.

Penasaran dengan keadaan bangunan di sekitar pelabuhan, pria itu berjalan ke arah reruntuhan sebuah gudang. Saat didekati, gudang itu hanya berisi abu dan barang-barang yang berantakan. Wajahnya tetap terlihat marah dan bertambah marah ketika disaksikannya "sumber keuangannya" menguap begitu saja.

"Ha?"

Valentjin terkaget-kaget dengan apa yang dia lihat. Dia menghentikan langkahnya.

"Pengawal, panggil Polisi!" Valentjin berteriak, "Katakan pada mereka ... di sini ada mayat!"


Panca dan Manusia ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang