31

89 29 0
                                    

A Ling menangis meraung-raung hampir seperti orang gila. Dia kehilangan kesadaran.

Ketika api padam dan didapati kedua orang tuanya sudah tidak dapat dikenali, wajar jika seorang anak sangat terpukul. Dia pingsan, tak sanggup lagi menahan beban mental yang dialaminya. Kehilangan harapan.

Raden Panca bisa memahami kenapa A Ling begitu terpukul. Ketika kedua jenazah orang tua A Ling dibopong, Raden Panca pun tak sanggup melihatnya. Kondisinya sangat mengkhawatirkan. Berkali-kali dia mengalihkan pandangan.

Luka bakar sangat parah menyelimuti seluruh tubuh pasangan suami-istri itu. Baju yang mereka kenakan habis sudah, terbakar. Rambut mereka yang awalnya panjang melebihi pinggang, kini hampir habis.

Demi kenyamanan, warga menutup kedua jenazah itu dengan kain dan membaringkan jenazah itu di pinggir jalan. Warga yang melihatnya merasa sulit mempercayai apa yang baru saja dilihat.

"Mereka ... mereka orang baik. Aku tidak menyangka akan berakhir begini."

Seorang perempuan mengenang keseharian pemilik penginapan itu. Suara isak tangis mulai terdengar dari para tetangga.

Keriuhan pun bertambah ketika Polisi datang. Warga yang berkerumun mulai menjauh. Memberi ruang pada para petugas untuk memeriksa keadaan.

Ketika warga terfokus pada jasad yang sedang diperiksa Polisi, diam-diam Raden Panca berjalan ke arah reruntuhan bangunan. Masih ada api kecil membakar kayu dan perabotan dalam ruangan terbakar itu.

Dengan cahaya seadanya, Panca mulai menerawang bagaimana bangunan ini sebelum terbakar. Dindingnya sudah habis terbakar, yang tersisa hanya balok-balok yang berubah warna menjadi hitam. Diantara reruntuhan itu, mata Panca melihat sesuatu yang janggal.

Kamar ini banyak menyisakan goresan seperti cakar binatang.

Panca dan Manusia ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang