Matahari mulai meninggi, angin berhembus dari laut Jawa tapi itu tidak mengurangi ketegangan yang baru saja terjadi di mata Raden Panca. Tubuhnya merasakan keletihan, bermaksud ingin pulang saja ke rumahnya. Dia tahu jika kedua orangtuanya menginginkannya pulang.
Tapi, keharusannya untuk pulang terhalang oleh perasaan tidak tenang. Seakan, dia ingin menyelesaikan apa yang telah dia mulai. Dan, harus melakukan apa lagi hari ini?
Kegalauannya semakin memuncak karena dia menyaksikan sendiri kekacauan demi kekacauan di kota ini. Dia mulai menyadari jika kehidupan Batavia lebih rumit dibanding dengan kehidupan di desanya.
"Sadewa, bagaimana menurutmu? Apakah aku harus pulang sekarang?"
Sadewa hanya mengibaskan ekor ketika dia asyik memakan rumput di pinggir kanal. Rumput-rumput liar itu terlalu sayang jika tidak disantap. Hijau dan bersih.
Raden Panca duduk termangu di pinggir kanal. Air yang mengalir di hadapannya begitu tenang, walaupun tidak memberi ketenangan pada jiwa remaja itu. Dia menyadari jika dia masih terlalu muda untuk ikut dalam urusan pelik orang-orang dewasa.
A Ling, bagaimana keadaannya sekarang?
Ditengah kebimbangannya, dia teringat pada A Ling. Raden Panca merasa gadis itu telah banyak berjasa pada keluarganya, terutama Pratiwi. Meskipun, A Ling belum benar-benar mengatakannya.
Gadis itu sedang dalam kesulitan.
Raden Panca harus menemui A Ling. Setidaknya, untuk terakhir kalinya sebelum pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Manusia Api
AkcjaDarr ... Suara ledakan mengagetkan para pekerja pelabuhan sore itu. Syahbandar berlari ke arah ledakan, wajahnya menampakan kekagetan luar biasa. Bluurr ... Api menjalar ke setiap bagian kapal yang menjadi sumber suara ledakan. Semua orang yang be...