Di balik jeruji besi, Raden Aditama masih memikirkan nasib putri kesayangannya, Pratiwi. Sejak beberapa hari lalu dia terpisah dengan putrinya karena terpaksa. Pratiwi disekap oleh para pedagang budak sedangkan dia sendiri harus mendekam di penjara karena keributan di jalanan.
"Masih pagi sudah bengong," seorang Polisi membuyarkan lamunan Raden Aditama.
"Iya, Tuan. Saya masih memikirkan nasib saya."
"Hehehe ... mulai hari ini nasibmu akan berubah."
"Maksud Tuan?"
"Kau dibebaskan."
"Benarkah?"
Raden Aditama merasa tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Dia dibebaskan begitu saja. Tanpa sebuah persidangan.
"Ada yang menginginkan kau keluar."
"Siapa?"
"Kau akan tahu sendiri."
"Apakah Kakak saya, Kakang Bakti?"
"Bukan. Meskipun dia sudah memohon tapi kami tidak mengabulkannya."
Polisi penjaga memegang kunci sel kemudian memasukan ke lubangnya.
Kreet ...
Pintu sel terbuka. Deritannya menandakan benda itu jarang diolesi minyak pelumas.
"Ada seseorang menunggumu di depan."
Raden Aditama pun keluar sel tahanan dengan perasaan setengah tidak percaya. Heran sekaligus senang.
Langkah kaki pria itu terlihat pelan seakan enggan keluar dari tempat mengerikan itu. Hatinya mengatakan jika ini tidak biasa. Karena biasanya dia harus menjalani hukuman lebih mengerikan dari apa yang dialaminya kini.
"Kenapa kau keheranan?" seorang Polisi lain menyambut kehadirannya di ruang tunggu.
"Ya, Tuan. Anda yang menjamin saya?"
"Bukan. Tapi seseorang yang mengirimu surat ini."
"Surat?"
"Ya, terima saja."
Raden Aditama menerima surat itu. Kemudian membaca isinya.
MALAM INI, TEMUI AKU DI RUMAH YANG TERBAKAR.

KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Manusia Api
ActionDarr ... Suara ledakan mengagetkan para pekerja pelabuhan sore itu. Syahbandar berlari ke arah ledakan, wajahnya menampakan kekagetan luar biasa. Bluurr ... Api menjalar ke setiap bagian kapal yang menjadi sumber suara ledakan. Semua orang yang be...