Setelah Isya, Raden Panca berdiam merenung di beranda rumahnya. Ditemani sahabat karibnya, Bajra dan sepupunya, Pratiwi, Raden Panca mengisi malam itu dengan bercerita banyak hal. Sampailah pada obrolan tentang, A Ling.
"Kasihan, A Ling." Raden Panca menerawang.
"Kasihan ... atau ... em em ....", Pratiwi tersenyum.
"Memangnya A Ling itu cantik ya?" Bajra bertanya dengan polosnya.
"Cantik ...," Pratiwi berkata sambil tersenyum.
"Dia itu sekarang tidak punya siapa-siapa," Raden Panca menegaskan.
"Saya ingin sekali bertemu lagi dengan dia. Ya ... sekedar mengucapkan terima kasih."
Mereka bertiga menerawang bagaimana keadaan di Batavia malam ini. Bajra bisa melihat kekhawatiran pada wajah 2 sahabatnya.
"Apakah ... A Ling aman?"
"Aman dari apa?" Pratiwi bertanya keheranan.
"Ya ... kalau saya mendengar cerita kalian ... begitu mengerikan ...."
"Itu yang aku khawatirkan. A Ling menyaksikan kejadian pembunuhan kedua orang tuanya." Panca menjelaskan.
"Mungkin sekali ...," Bajra tidak menyelesaikan kalimatnya.
"Dia dalam bahaya. Aku saja ada yang mengancam karena menjadi saksi sebuah pembunuhan," Panca membandingkan.
"A Ling bisa jadi ... dalam bahaya juga.", Pratiwi menyimpulkan.
Ketika Pratiwi bicara begitu, Panca berdiri dengan tiba-tiba.
"Aku harus pergi ke Batavia ...."
"Malam-malam begini?"
"Hei ... ingat keselamatanmu." Bajra mengingatkan.
"Tapi ... jika aku mendengar berita kalau terjadi sesuatu pada A Ling ... maka aku akan merasa paling bersalah."
"Aku ikut." Pratiwi pun merasakan hal yang sama.
"Sebaiknya kau di sini."
"A Ling telah menyelamatkan nyawaku. Sungguh tidak tahu terima kasih ketika dia kesusahan aku diam saja."
Bajra hanya diam. Dia tidak bisa menahan orang-orang di depannya untuk tidak bertindak.
"Kalian yakin akan berangkat ke Batavia malam ini juga?"
Pratiwi dan Panca mengangguk.
"Baiklah ... aku siapkan kuda."
Bajra beranjak dan berjalan ke arah belakang rumah. Tidak butuh waktu lama untuk menyiapkan kuda-kuda untuk ditunggangi.
"Kenapa kau bawa 3 kuda?"
"Satu lagi untukku. Kau pikir aku tidak butuh kuda?"
"Kau mau ikut?"
"Jadi, kalian tidak bermaksud mengajakku? Baiklah, aku tidak akan ikut. Tapi, jika orang tua kalian ....."
"Sssttt ... ya kau boleh ikut."
Bajra tersenyum.

KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Manusia Api
AcciónDarr ... Suara ledakan mengagetkan para pekerja pelabuhan sore itu. Syahbandar berlari ke arah ledakan, wajahnya menampakan kekagetan luar biasa. Bluurr ... Api menjalar ke setiap bagian kapal yang menjadi sumber suara ledakan. Semua orang yang be...