Jangan lupa vote, komen, follow, dan share!!!
Dukungan dari kalian akan sangat membantu semangat penulis dalam melanjutkan cerita :)
Happy reading 🔥🔥🔥
***
Gavin menoleh ke arah pintu kamar ketika benda itu terbuka. Tama memasuki ruangan tersebut dengan senyuman tulusnya. Pria yang sudah memakai setelan jas kantornya itu mendekat untuk memeriksa keadaan putranya yang kemarin baru saja mengalami nasib kurang baik.
"Obatnya sudah diminum?"
Gavin meringis, ia menggeleng perlahan. Tama menghela napas panjang. Putranya yang satu ini memang sulit diatur. "Diminum dulu!"
Pria itu menyiapkan obat-obatan yang semula terletak di atas meja nakas. Sementara Gavin diam memasang raut polosnya memperhatikan Tama.
"Siang nanti Gavin boleh main nggak, Pi?"
Tama melotot tajam. "Hust! Jangan neko-neko kamu!" Ia menyentil telinga Gavin hingga cowok itu mengaduh kesakitan.
"Sakit Pi!" Gavin mengusap-usap telinganya yang kemerahan dengan bibirnya yang mengerucut. Padahal ia kan hanya bertanya baik-baik.
Ia menerima beberapa butir obat yang disodorkan oleh Tama. Tanpa basa-basi, ia meneguk semua obat itu secara bersamaan. Gavin sudah tahan dengan rasa pahit pada obat-obatan tersebut. Bagaimana tidak? Hampir setiap bulan ia mengonsumsinya.
Ada-ada saja kejadian yang menimpa Gavin yang membuat cowok itu harus meneguk obat-obatan. Seperti jatuh dari tangga, mengira cairan pembersih lantai sebagai sirup rasa apel sehingga Gavin tak sengaja meminumnya, keserempet mobil, jatuh ketika bermain skateboard dan kepalanya membentur aspal, makan roti tawar dengan selai kacang yang membuat alerginya kambuh, hampir tenggelam di kolam renang gara-gara kram, dan hal-hal tak terduga lainnya.
Intan sampai khawatir dengan kondisi tubuh Gavin. Bagaimanapun juga, obat-obatan kimia seperti itu pasti mengandung efek samping. Tetapi untungnya tidak karena Gavin bisa menjaga pola makan dengan baik.
"Papi berangkat kerja dulu ya! Kamu jangan terlalu banyak gerak dulu, takutnya nanti luka kamu berdarah lagi."
Gavin mengangguk patuh. Ia mengambil tangan kanan Tama untuk kemudian ia kecup. "Ati-ati, Pi! Jangan lupa beli martabak ya pulangnya, hehehe...."
Tama menggelengkan kepalanya sembari terkekeh. Ia mengacak rambut Gavin kemudian mengecupnya. "Assalamu'alaikum...."
"Wa'alaikumsallam...."
Pintu ditutup kembali secara perlahan. Keheningan kembali menyelimuti kamar.
Senyuman Gavin perlahan memudar berganti dengan helaan napas panjang. Kalau terus-terusan berada di kamar, ia bisa mati kebosanan. Gavin paling tidak tahan berdiam diri seperti ini.
Cowok itu menajamkan pendengarannya ketika lamat-lamat terdengar suara orang yang berteriak dari luar rumah.
"Donat donat...."
Gavin buru-buru bangkit dari kasur empuknya. Ia berlari cepat ke lantai bawah untuk keluar rumah. Tak mau menanggung resiko kalau sampai penjual donat itu pergi.
Suara derap langkah yang menapak di anak tangga berhasil membuat Intan yang tengah menyapu lantai menoleh terkejut. Hari ini Bi Uci sedang libur, makanya Intan yang mengerjakan semuanya sendiri.
Wanita itu menatap putranya dengan nyalang ketika Gavin berlari dari atas.
"YA ALLAH GAVIN!! JANGAN LARI-LARI!!!"

KAMU SEDANG MEMBACA
GAVIN
Fiksi RemajaWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!! CERITA INI HANYA UNTUK DIBACA, BUKAN DI-COPY PASTE, DITULIS ULANG, DIJIPLAK, ATAU BAHKAN DIBAWA KE DUNIA NYATA!! "Kita putus!" Hampir setiap hari kalimat itu dilontarkan olehnya. Ia Gavin, playboy yang satu hari bisa m...