Happy reading!!
***
"Kita langsung ke ultahnya Cacha, Vin?" tanya Asya sembari memasang seatbelt nya. Di tangannya ia memegang kado yang berukuran satu telapak tangan untuk nanti diberikan kepada Cacha. Kan tidak normal jika datang ke acara ulang tahun tetapi tidak membawa apa-apa.
"Iya, tapi kayaknya ke rumah gue dulu deh." Gavin memundurkan mobilnya untuk putar balik. Bunga tulip yang ia dan Asya beli tadi malam lupa dibawa.
"Ada yang ketinggalan?"
Gavin mengangguk, "Bunganya nggak kebawa." Matanya melirik ke tangan Asya yang memegang sebuah kotak berwarna merah, ia yakin isinya kado. "Lo juga bawa kado?"
Asya menatap kado di tangannya, ia tersenyum, "Nggak enak kali Vin, dateng tapi nggak bawa apa-apa." Gavin tertawa mendengarnya.
"Gue nggak ngingetin Lo ya, buat nggak usah bawa kado?" Asya mengedikkan bahunya. Ia memilih menatap ke luar jendela. Setelah itu tak ada lagi obrolan di antara mereka.
Asya menatap gerbang setinggi kurang lebih tiga meter. Di luar bahkan sudah ada satpam yang membukakan pintu gerbang. Ternyata Gavin bukan sembarang orang, pikir Asya. Sebenarnya tanpa pergi ke rumahnya saja semua orang sudah tahu kalau Gavin itu anak orang berkecukupan.
"Ikut masuk ya!"
Mereka turun dari mobil dan disambut oleh asisten rumah tangga yang kebetulan tengah menyiram tanaman.
"Bi! Bunga tulip yang kemaren di mana ya?" tanya Gavin pada Bi Uci.
"Oh, ada Den! Tadi Bibi taruh di ruang tamu."
Gavin mengangguk. Ia kemudian berjalan masuk diikuti oleh Asya di belakangnya. Sebelumnya Asya sudah mengucapkan terimakasih pada Bi Uci setelah tidak mendengar kata terimakasih dari mulut Gavin.
Asya menatap sekeliling rumah yang dipenuhi oleh barang-barang mewah. Tatapan gadis itu tertuju pada sebuah bingkai foto besar yang dipajang di ruang tengah. Asya mendekati bingkai foto tersebut. Rasa penasaran menyelimuti dirinya.
Di dalam foto ada lima orang. Dua anak laki-laki di dalam foto tersebut Asya yakin adalah Gavin dan Davin. Sementara dua orang dewasa lainnya adalah orang tua si kembar. Ada satu lagi anak yang berada di antara Gavin dan Davin. Anak perempuan. Asya sendiri tidak tahu siapa. Mungkin adik mereka?
"Lo yang mana Vin?"
Gavin yang sudah membawa bunga tulip di tangannya menoleh ke arah Asya. Cowok itu ikut memperhatikan foto. "Coba tebak!"
Asya mendengus, "Bedain Lo sama Davin yang sekarang aja kadang masih bingung kalo kalian lagi berdua, apalagi ini?" Kesal juga Asya lama-lama. Membandingkan Gavin dan Davin saja tidak selalu benar jika mereka berdampingan. Apalagi membandingkan mereka yang waktu kecil?
Gavin terbahak. Cowok itu kemudian menunjuk ke arah foto anak laki-laki yang memakai baju berwarna putih, di depannya seorang wanita. "Yang ini."
Asya mengangguk. Lalu tertawa kecil melihat betapa lucunya Gavin kecil dulu. Wajahnya masih imut dan manis, berbeda dengan Gavin sekarang yang tampan dan mempesona.
"Kalo yang anak kecil ini siapa, Vin?" Rasa penasaran Asya terhadap anak perempuan yang berada di tengah-tengah sudah tidak dapat dibendung lagi. Ia berharap bisa mendapatkan jawaban yang sesuai dengan pertanyaannya tersebut.
"Itu adek gue." Gavin tersenyum menatap foto anak perempuan yang manis.
Namun Asya menangkap hal lain dari senyuman itu. Ada yang janggal dengan senyuman Gavin sekarang. "Oh, cantik ya." Gavin mengangguk. Kini senyumannya sangat tipis, nyaris tak terlihat.

KAMU SEDANG MEMBACA
GAVIN
Teen FictionWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!! CERITA INI HANYA UNTUK DIBACA, BUKAN DI-COPY PASTE, DITULIS ULANG, DIJIPLAK, ATAU BAHKAN DIBAWA KE DUNIA NYATA!! "Kita putus!" Hampir setiap hari kalimat itu dilontarkan olehnya. Ia Gavin, playboy yang satu hari bisa m...