Tidak Pantas Untuk Kamu

1.1K 69 7
                                        

Semua orang menunggu di luar dengan perasaan kalut. Terutama Davin yang dari tadi bergerak dengan gelisah. Ia takut kejadian beberapa tahun yang lalu kembali terulang.

Bukan pertama kalinya Gavin mengalami salah makan seperti ini. Dulu waktu berumur sepuluh tahun ia juga pernah memakan makanan yang mengandung kacang tanpa sengaja. Alhasil satu minggu penuh ia dirawat di RS. Bahkan dokter yang waktu itu menangani Gavin sudah angkat tangan.

Gavin hampir saja tewas karena kehabisan napas tujuh tahun silam.

"Vin! Duduk dulu ngapa?!" kata Arkan yang tidak tahan melihat Davin bolak-balik seperti cacing kepanasan.

"Tau! Tenang dikit kek," sambung Ezra.

Bukannya menurut, Davin justru pergi ke samping pintu ruangan dimana Gavin sedang ditangani. Napasnya tertahan ketika ia mengintip melalui kaca transparan.

Ia tidak tega melihat Gavin dengan dada yang naik-turun karena kesulitan bernapas. Padahal Gavin sudah dipasangi masker oksigen.

Gimana gue bisa tenang kalo Gavin lagi berjuang di sana?

Davin terlonjak ketika seseorang memegang kedua bahunya.

Ternyata Kenzo. Ia menggiring Davin agar duduk di salah satu bangku yang tersedia.

Varo bahkan bergeser agar Davin bisa duduk dengan tenang. Kini ia beralih menatap gadis yang dari tadi hanya diam duduk. Tak menoleh sedikit pun. Sudah bisa dipastikan kalau gadis itu merasakan hal yang sama sepertinya dan yang lain. Atau mungkin bahkan lebih.

Asya mengusap air matanya yang tiba-tiba turun. Ia memang menangis, tapi satu kali pun isakannya tidak keluar. Asya menangis dalam diam. Ia bingung harus bagaimana.

Disisi lain hatinya kalut memikirkan bagaimana reaksi orang tua Gavin ketika melihatnya. Katanya mereka sedang dalam perjalanan ke sini.

Tangan Asya yang dingin mengepal kuat. Ia mendongak dengan jantung yang berdetak kencang ketika menyadari bahwa orang tua Gavin sudah datang.

Mereka terlihat berbincang dengan Davin dan yang lainnya. Bertanya-tanya kenapa Gavin sampai salah makan seperti ini.

"Bolu kacang dari siapa? Kenapa Gavin sampe makan bolu kacang?" Intan bertanya dengan raut frustasinya. Wajahnya sudah basah oleh air yang keluar dari pelupuk matanya.

Di tempatnya, Asya meneguk ludahnya sendiri. Bagaimana pun juga ia harus mengakui kalau semua ini adalah karenanya. Ia tidak mau menyesal seumur hidup gara-gara menutup-nutupi kejadian ini pada orang tua Gavin.

Ia berdiri, mengambil napas sebanyak-banyaknya. Meskipun pandangannya hanya bisa tertuju pada ubin rumah sakit.

"Saya Tante!"

Semua mata tertuju pada Asya.

Suasana mendadak hening.

Berbeda dengan jantung Asya yang semakin berisik. Ia memejamkan matanya ketika mendengar suara derap langkah mendekat ke arahnya. Sudah bisa dipastikan kalau bukan ibunya Gavin, pasti ayahnya.

"Kamu ... yang ngasih bolu kacang ke Gavin?" lirih Intan. Tak menyangka bahwa orang yang membuat anaknya celaka adalah orang yang pernah membuatnya percaya kalau Gavin akan baik-baik saja bersama gadis ini.

Plak ....

Semua orang tersentak ketika tangan Intan melayang ke pipi Asya. Tak ada yang berani berkutik.

"KAMU MAU BUNUH ANAK SAYA?" Napas Intan memburu. Ia sama sekali tidak sadar apa yang dilakukannya barusan. Menampar dan membentak keras gadis yang sekarang diam seribu bahasa.

GAVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang