Skateboard

1K 92 0
                                    

Happy reading!!





















Adzan Dzuhur berkumandang, berhasil mengalihkan perhatian Asya yang semula tengah membaca novel bergenre misteri di sofa ruang tamu rumah Gavin. Setelah dari pemakaman Cacha, mereka memilih mampir ke rumah Gavin.

Seluruh penghuni rumah sudah tidak heran lagi dengan kedua putra pemilik rumah yang sering membawa cewek ke rumah. Tak jarang satu minggu bisa sampai tiga cewek yang berbeda.

Asya meletakkan novelnya di atas meja, kemudian mengambil tas yang ditaruh di sampingnya. Tas itu berisi mukena, ponsel, serta barang-barang yang sekiranya diperlukan, termasuk dompet.

"Vin! Gue numpang sholat ya?!"

Gavin bergumam tanpa mengalihkan pandangannya dari game online. "Di kamar gue aja!" Cowok itu mematikan ponselnya, kemudian disimpan di atas meja. "Lo... mau sholat?" tanya Gavin agak canggung.

Asya mengangguk. Kemudian sekelebat ide terlintas di benaknya. "Kita sholat bareng yuk! Lo jadi imam!" ucap Asya sembari tersenyum lebar. Berharap tawarannya itu diambil.

Gavin terdiam. Ia jadi ingat terakhir kalinya melaksanakan sholat fardhu itu enam bulan yang lalu. Selebihnya paling sholat Jum'at, itu pun satu bulan tiga kali.

Cowok itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia menunduk. "Gu... Gue jarang sholat Sya! Takut salah," lirihnya tak bisa berbohong. Gavin memejamkan mata, bersiap menerima ejekan yang akan keluar dari mulut Asya. Namun sepersekian detik, ia sama sekali tak mendengar ejekan tersebut. Justru ketika ia mendongak, senyuman Asya lah yang ia lihat.

"Nah makanya, sekalian belajar!"

Gavin mengerjapkan matanya, "Lo nggak marah sama gue?" Asya menggeleng dengan senyum masih terlihat di wajahnya. "Nggak ifeel?" Asya kembali menggeleng.

"Ngapain harus marah? Ngapain harus ifeel? Gue bukan manusia sempurna yang bisa bebas nge-judge orang lain."

Gavin menghela napas lega. Mengangguk samar mendengar perkataan Asya yang menurutnya sama sekali tidak salah. Tak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Tak ada manusia yang selalu benar, tak ada juga manusia yang selalu salah. Perlahan senyumannya terbentuk, "Thanks!" lirihnya.

Ia berdiri dari tempat duduknya. "Ikut gue!"

Asya menurut. Gadis itu berjalan mengikuti Gavin menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Setelah Asya keluar, ia langsung disuruh untuk ke kamar Gavin terlebih dahulu. Sementara Gavin giliran mengambil air wudhu.

Butuh waktu beberapa menit agar Gavin selesai mengambil air wudhu.

Asya memakai mukena nya. Sajadah sudah ia gelar. Di depan, Gavin sudah bersiap menjadi imam. Ia menyunggingkan senyum tipis. Ia berharap bisa lebih banyak lagi mempengaruhi Gavin untuk melakukan hal yang positif. Meskipun ia sadar dirinya juga masih penuh kekurangan. Namun setidaknya ada sedikit pengaruh baik yang ia tularkan pada orang-orang di sekitarnya.

"Allahuakbar!"

Asya ikut bertakbir. Sekarang mereka sudah sama-sama menghadap kiblat untuk melakukan ibadah.

***

"Loh, ini tasnya siapa Dav?"

Davin yang baru saja memasuki rumah hanya mengedikkan bahunya. Tak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan maminya itu. "Nggak tau Mi! Davin juga baru pulang." Cowok itu kemudian kembali ke luar setelah mendapat panggilan telepon dari Kenzo.

"Mau kemana lagi? Kan baru pulang."

Davin meringis, "Panggilan darurat Mi, hehehe...."

Intan hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku putranya.

GAVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang