My Favorite Place

779 69 6
                                    

Asya mendengus pelan ketika video yang ia simak tak kunjung masuk ke otaknya. Saat ini ia tengah mempelajari bagaimana cara membuat bolu kacang untuk keperluan praktek nanti.

Karena bosan, ia memilih mematikan ponsel, dan meletakkannya di atas kasur. Sementara ia sendiri melangkah ke jendela kamar.

Asya menghirup udara pagi yang masih segar sedalam-dalamnya. Ia sampai memejamkan mata. Tersenyum kecil melihat beberapa burung terbang dan hinggap di dahan pohon mangga samping rumahnya.

"SYA...."

Mata Asya terbuka, mengerjap beberapa kali untuk memastikan kalau ia sedang tidak bermimpi.

Ia menatap ke bawah, tepatnya jalanan depan rumahnya. Matanya menyipit tajam melihat seorang cowok tengah melambaikan tangan ke arahnya dengan senyuman yang lebar.

"SYA...YANG...."

Asya mendelik mendengar Gavin berteriak seperti itu. Dengan segera ia menaruh telunjuknya di depan bibir, sementara kakinya sedikit dihentakkan. "Diem!"

Bukannya merasa bersalah, Gavin justru semakin melebarkan senyumnya. Hingga kedua matanya menyipit membentuk bulan sabit.

Cowok itu mengangkat sebuah benda yang ia bawa dari rumah, ingin menunjukkannya pada Asya.

"Jalan-jalan yuk!" ajaknya. Kali ini Gavin bersuara lirih. Ia memilih bertukar kode.

"TERUS, GUE NAIK APA? LO CUMAN BAWA SATU, KAN?" teriak Asya dari atas. Ia menaruh kedua tangannya di samping mulut, agar suaranya bisa sampai di telinga Gavin.

"LO NAIK SEPATU RODA!"

Gavin menurunkan kembali skateboard nya menyadari Asya sudah tidak terlihat lagi di jendela kamar. Sudah bisa dipastikan kalau Asya sedang menuruni tangga.

Hari ini ia membawa salah satu skateboard koleksinya. Ia ingin mengajak pacarnya itu bermain skateboard di jalanan. Dengan Asya yang naik sepatu roda dan ia naik skateboard.

Tenang saja, mereka tidak akan bermain di tengah jalan raya. Paling-paling di jalur khusus pejalan kaki, kalau tidak di taman yang memang ada tempat untuk bermain skateboard atau sepeda BMX.

Sebenarnya Asya juga bisa naik skateboard semenjak menjadi pacarnya Gavin. Siapa lagi kalau bukan Gavin yang mengajarinya. Meskipun belum terlalu lancar sih.

Gavin melepaskan helm yang ia pakai, menyerahkannya pada Asya yang baru saja keluar dari rumah. "Nih! Lo harus pake helm!"

"Kok dikasih ke gue?"

"Iyalah, cuma satu!"

"Terus lo gimana?"

"Gue nggak usah! Buat lo aja yang masih sering jatuh."

Asya menatap tak berminat pada Gavin. Enak saja cowok itu mengatainya. Meskipun tidak sepenuhnya salah. Tapi bukankah Gavin juga masih sering jatuh? Lebih tepatnya karena ia itu ceroboh, jadinya masih sering menabrak sana-sini.

Ia mengambil helm dari tangan Gavin, kemudian memakainya.

Mereka sama-sama melaju di atas kendaraan masing-masing. Asyiknya lagi jalanan di sekitar kompleks perumahan Asya memang terkenal sepi kalau pagi-pagi begini, jadi mereka bisa puas memakai jalanan yang senggang itu.

"Sya! Pipi lo kenapa?" tanya Gavin dengan nada heran.

Mereka berhenti untuk menunggu beberapa kendaraan yang akan lewat. Sebenarnya tidak ada masalah kalau mereka tetap melaju. Hanya saja keadaan ini terlalu ramai. Jadi daripada mengambil resiko yang tinggi, keduanya memilih berhenti sejenak.

GAVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang