Petunjuk?

977 65 5
                                    

Sudah tiga hari ini Asya tidak bisa dihubungi. Membuat Gavin frustrasi setengah mati mencari keberadaan gadis itu. Dua hari yang lalu Gavin mencoba mencari ke rumah Asya, namun nihil, rumah itu sepi. Alhasil ia pulang dengan perasaan yang semakin khawatir.

Gavin memandang kosong layar ponselnya yang menampilkan ruang chat antara ia dengan Asya. Cowok itu menghembuskan napas berat menyadari tak ada satupun pesan yang berhasil diterima oleh Asya. Semuanya centang satu. Kemana sebenarnya gadis itu?

"Lo kemana sih, Sya?" gumam Gavin dengan suara lemah. Apakah ini hukuman baginya karena dulu pernah menyakiti perasaan Asya? Jika benar, maka Asya sudah berhasil menghukum Gavin hingga cowok itu gila.

Meski baru tiga hari, rasanya seperti tiga dekade. Lama. Apalagi tak ada kabar sama sekali.

Gavin bangkit dari tempat tidurnya. Ia lalu meraih hoodie berwarna hitam dan kunci motor. Cowok itu tidak mau menyerah sebelum benar-benar lelah. Ayolah! Ini baru permulaan.

Ujian cinta baru saja dimulai. Gavin harus bisa membuktikan pada kalian kalau ia benar-benar mencintai Asya. Membuktikan dengan cara bersabar menunggu kedatangan gadis itu.

"Lo mau kemana?"

Gavin tidak memperdulikan pertanyaan Davin. Ia memakai hoodie hitamnya dengan tergesa-gesa.

"Woi Gav!"

Karena tidak mendapat jawaban yang pasti, Davin memilih mengikuti langkah kembarannya menuju ke garasi rumah. "Mau kemana?" tanyanya lagi. Ia tidak mau ada hal buruk yang terjadi ketika Gavin mengendarai motor dalam kondisi yang kacau seperti ini.

"Nyari Asya!"

Davin berdecak malas, "Gue ikut!" Ia kemudian masuk ke rumah sebentar untuk mengambil jaket dan kunci motornya.

Sembari menunggu Davin keluar, Gavin mencoba untuk menghubungi nomor Asya. Berharap gadis itu segera mengangkat panggilannya. Namun hanya ada suara operator yang mengatakan kalau nomor yang dihubungi Gavin sedang tidak aktif. Jantungnya berdegup tidak tenang.

Inilah kelemahannya!

Gavin selalu gelisah ketika sedang bingung dan khawatir.

"Ayok!"

Setelah Davin keluar, akhirnya mereka tancap gas menuju ke rumah Asya. Siapa tahu mereka menemukan petunjuk.

***

"Sepi Gav! Lo mau nyari kemana lagi?"

Bahu Gavin terkulai lemas. Ia menatap hampa ke depan, dimana rumah Asya terlihat sepi dan tidak berpenghuni.

Davin merangkul pundak kembarannya, menepuk-nepuk pelan untuk sedikit menenangkan Gavin. "Pulang aja ya?! Kita balik lagi ke sini besok!"

Gavin menggeleng perlahan. Tidak mau menuruti perintah kakak kembarnya. Pandangannya tetap lurus dan kosong ke depan.

Cowok itu berbalik, membelakangi rumah Asya. Ia lalu duduk di tanah. Tidak masalah celananya akan kotor.

Gavin akan menunggu kedatangan Asya!

Ia akan tetap menunggu!

Davin menghela napasnya jengah, "Pulang aja ya?! Emangnya lo tau mau sampe kapan nungguin di sini? Kalo lo punya alamat sodaranya sih, kita bisa tanya-tanya dulu ke sana." Cowok itu ikut duduk di samping kembarannya.

Tak ada jawaban.

Tapi Gavin merasa ada sesuatu yang membuat jantungnya berdegup semakin cepat.

Bahu Gavin menegak begitu mendengar kata 'sodara' disebut. Ia lalu menoleh ke samping dengan senyuman yang mengembang, menatap Davin yang mengerutkan kening bingung.

GAVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang