Kembali

1.1K 90 7
                                    

Brak...

Bunyi hentakan pintu mobil yang ditutup menggema di halaman rumah pagi-pagi sekali. Beberapa orang yang lewat menatap halaman rumah itu penasaran. Pasalnya selama dua minggu terakhir rumah itu sepi penghuni.

"Hati-hati!" lirih Kenzie, merangkul pundak adiknya agar bisa seimbang ketika berjalan. Di belakangnya, ada Asya yang membawakan baju-baju di dalam ransel.

"Kamu yakin, nggak mau di rumah Tante aja dulu?" tanya Ami, memastikan kemenakannya.

Kenzie mengangguk mantap, "Yakin kok Tante! Lagian, Tante juga harus kerja, kan?"

Ami mengangguk, "Ya udah! Nanti kalo perlu apa-apa panggil Tante ya?!"

Keempatnya berjalan memasuki rumah Kenzie. Asya mendahului mereka untuk sedikit membenahi kamar Ryan yang pastinya berantakan setelah ditinggal selama dua minggu.

Gadis itu bergerak cepat. Mulai dari mengganti sprei hingga hingga merapikan benda-benda yang berserakan di kamar sepupunya.

"Asya! Tolong jagain Ryan dulu, ya! Mama mau buatin bubur." Ami menaikkan selimut untuk menutupi tubuh Ryan hingga sebatas leher.

"Iya Ma! Gege kemana?"

"Kenzie ada urusan sebentar."

Sebelum benar-benar pergi, Ami menyempatkan diri untuk mengecup kening kemenakannya sebentar. "Cepet sembuh ya!"

Asya yang menyaksikan itu hanya bisa tersenyum kecil. Ada rasa sesak di dadanya ketika melihat adegan tadi. Terlebih kondisi Ryan yang bisa dibilang tidak baik-baik saja. Dalam hati ia mengutuk kedua orang tua anak itu yang dengan tega menelantarkannya.

"Tante!"

Ryan menahan pergerakan Ami. Membuat wanita itu menoleh di depan pintu. "Kenapa?"

"Ryan boleh manggil Tante Mama nggak?"

Seketika itu ruangan menjadi hening. Hanya ada detik jam yang menggema di sudut kamar.

Ami tersenyum haru. "Boleh dong sayang!" katanya dengan air mata yang hampir terjatuh. Merasa sangat prihatin dengan anak dari kakaknya itu. Setelah itu, ia kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.

"Lo nggak berangkat sekolah, Sya?"

Asya berpikir sejenak, "Nggak deh! Besok aja!" Ia lalu beranjak dari kasur Ryan ke arah jendela. Gadis itu kemudian membuka tirai jendela lebar-lebar hingga cahaya matahari pagi masuk ke kamar.

"Sya ...."

"Ya?"

"Temen-temen lo pada tau nggak? Kalo sebenernya dua minggu ini lo di rumah sakit nemenin gue?"

Asya berbalik, "Kayaknya nggak! Lo tau kan? Hp gue remuk keinjek ban mobilnya Mama?!"

"Terus kalo mereka pada khawatir, gimana?"

Asya berdecak kesal, "Udah deh! Lo nggak usah mikirin itu! Istirahat aja biar cepet sembuh!" Ia lalu menghampiri kasur Ryan. Ikut berbaring di samping cowok itu.

Kedua remaja itu sama-sama menatap langit-langit kamar yang berwarna putih. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Kayaknya, gue udah lupa gimana rasanya punya orangtua!"

Asya diam mendengarkan suara sepupunya yang memenuhi ruangan itu.

"Gue juga udah lupa sama kasih sayang dari orangtua."

Hening sejenak.

"Mereka inget nggak ya, sama gue dan Bang Kenzie?"

"Pasti udah lupa!"

GAVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang