Asya berjalan keluar kelas dengan setumpuk buku di tangannya. Tadi, Bu Endang, guru Biologi menyuruhnya untuk mengantarkan LKS anak-anak ke mejanya di kantor. Tentunya Asya tidak bisa menolak permintaan tersebut. Meskipun dengan susah payah, gadis itu tetap memenuhi tugasnya.
Sepanjang jalan, banyak orang-orang yang menatapnya. Entah apa maksud dari tatapan itu, yang jelas ia tidak perduli. Beberapa dari mereka terlihat menahan tawa.
"ASYA! MINGGIR!"
Asya sempat menoleh ke belakang dengan tatapan bingung ketika Tea meneriakkan namanya. Namun tatapan bingung itu berubah menjadi terkejut ketika ia merasakan ada sesuatu yang menyiram tubuhnya.
Asya memekik. Bau busuk yang berasal dari benda yang menyiram tubuh Asya mulai menyebar ke seluruh koridor. Beberapa anak tertawa, sementara yang lain menutup hidung mereka.
"Asya! Lo nggak papa?" Tea berjalan mendekat dengan wajah khawatir. Namun ia juga menutup hidung karena tidak kuat dengan bau sampah yang memenuhi seragam Asya.
"Pegangin LKS nya tolong!"
Tea menurut.
Asya menatap seragamnya yang kini berubah menjadi kecoklatan karena sampah. Gadis itu mendongak ke atas, mencari tahu siapa pelakunya.
Terlihat dari anak tangga bagian atas, Lia dan kedua temannya tengah tertawa terbahak-bahak melihat kondisi Asya sekarang.
"Rencana gue berhasil guys! Makasih buat kalian yang mau tutup mulut." Lia kembali tertawa. Rupanya ia sudah memerintahkan orang-orang agar tidak lewat di bawah tangga sebelum Asya lewat. Ia juga memerintahkan beberapa orang untuk mengawasi Asya dan memberikan kabar jika Asya akan datang. "Makasih juga kerjasamanya!"
Lia berjalan menuruni anak tangga. Ia menghampiri Asya yang masih terdiam di tempat. "Iyuh... baunya udah kayak tong sampah."
Asya masih diam. Ia sama sekali tidak membalas perlakuan ataupun perkataan Lia. Hanya saja gadis itu tidak habis pikir dengan kenekatan Lia untuk menghabisinya seperti yang dijanjikan.
"Siapa yang setuju kalo cewek ini gue sebut pelakor?"
Tangan Asya mengepal erat. Ingin sekali rasanya ia mencakar wajah cewek itu. Namun masih ia tahan.
"Kenapa pelakor? Apa salah Asya?" Kesabaran Tea lah yang justru sudah di ambang batas.
"Karena dia ngerebut Gavin dari gue!"
"What?" Tea menatap tak percaya. "Gavin sendiri yang milih Asya! Bukan Asya yang ngerebut Gavin dari Lo! Paham!"
Mereka beradu tatap dengan sengit. Bianca dan Alda sudah berada di belakang Lia.
"Tea udah!"
Tea menoleh ke Asya, "Kenapa sih Lo diem aja?"
Asya menghela napas panjang. Ia kemudian berjalan meninggalkan tempat itu untuk ke kelas dan mengambil kunci loker pribadinya. Kebetulan di sana ia menyimpan baju olahraga yang bisa dipakai.
"Asya tunggu!"
Tea mensejajarkan langkahnya. "Mending Lo langsung ke kamar mandi aja, biar gue yang ngambilin Lo baju! Nggak mau kan Lo diliatin satu sekolahan?"
Langkah Asya terhenti. Omongan Tea Ada benarnya juga. Ia kemudian berbalik arah, "Yaudah gue tunggu! Cepetan ya!"
Tea mengangguk cepat. Ia kemudian langsung berlari ke kelasnya untuk mengambil kunci loker milik Asya. Dan mengambilkan seragam olahraga milik Asya di ruangan loker.
***
Gavin yang duduk di salah satu meja kantin bingung karena tidak juga menemukan keberadaan Asya. Padahal biasanya gadis itu bersama teman-temannya yang kini terlihat di meja seberang.

KAMU SEDANG MEMBACA
GAVIN
Teen FictionWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!! CERITA INI HANYA UNTUK DIBACA, BUKAN DI-COPY PASTE, DITULIS ULANG, DIJIPLAK, ATAU BAHKAN DIBAWA KE DUNIA NYATA!! "Kita putus!" Hampir setiap hari kalimat itu dilontarkan olehnya. Ia Gavin, playboy yang satu hari bisa m...