Asya keluar dari toilet dengan mata yang sembab. Bukan karena ia menangis, tapi karena matanya perih akibat kejadian tadi. Di luar sudah ada Tea dan Gea yang memang tadi mengantarnya. Mereka menatap cemas ke arah Asya.
"Masih perih Sya?!"
Asya mencoba membuka penuh matanya. Tapi sepertinya itu sangat sulit. Belum lagi kalau bakso yang tumpah ke wajahnya mengandung sambal. Mantap lah sudah. "Sedikit," ucapnya sembari mengibaskan tangan di depan wajahnya.
Gadis itu sesekali menyedot ingusnya yang ikut keluar.
"Ke UKS yuk, cari obat mata!" ajak Gea dan diangguki oleh Tea.
"Udahlah nggak usah! Lagian ini juga udah mendingan kok, gue siram air." Asya mencoba menenangkan para sahabatnya. Ia berjalan mendahului Tea dan Gea.
"Nggak usah gimana? Itu mata lo merah Sya! Nanti iritasi loh," peringat Tea.
Asya menoleh malas. "Iya iya!" Mau tidak mau ia harus mengikuti saran Tea dan Gea. Padahal niatnya ia ingin segera sampai di dalam kelas. Meskipun nanti di sana tidak tahu harus melakukan apa karena sekarang masih jam istirahat. Selain itu, setelah jam istirahat ini berakhir para guru juga akan mengadakan rapat mengenai acara minggu depan. Jadi seluruh kelas kemungkinan akan melewati jam kosong.
Mereka berjalan beriringan menuju ke UKS. Sesekali mempercepat langkah ketika terdapat siswa-siswi yang menatap mereka bingung. Pasalnya mata dan wajah Asya sedikit memerah.
Gea menarik kenop pintu UKS yang tidak terkunci. Sedetik kemudian ia langsung menutupnya dan berbalik untuk mencegah Asya dan Tea masuk. "Kita ke kelas aja yuk! Gue baru inget kalo obat mata stoknya habis. Kalian tau kan, gue salah satu petugas PMR, jadi gue udah hapal sama stok obat yang masih ada ataupun habis."
Asya dan Tea menatap Gea dengan kening yang berkerut. Mereka heran dengan Gea yang tiba-tiba mengajak mereka ke kelas. Padahal tadi kan Gea sendiri yang meminta Asya ke UKS.
"Apa sih, Ge?" Asya menyingkirkan tubuh Gea dari depan pintu. Ia kemudian menarik kenop pintu UKS dan membukanya lebar-lebar.
Gadis itu mematung di tempatnya melihat kejadian di dalam sana. Dimana Gavin tengah memeluk Yaya dengan erat, seolah sedang menenangkannya.
"Sstt... Gue sayang sama lo, Ya! Gue bakalan bantuin lo, jangan takut, oke?!" Selama sepersekian detik Gavin belum sadar dengan keberadaan Asya, Tea, dan Gea di sana. Ia baru sadar ketika Gea dan Tea saling berdebat, menyalahkan satu sama lain. Hal itulah yang membuatnya harus melepaskan pelukan pada Yaya.
Gavin menoleh dengan tatapan terkejutnya. Ia melihat Asya yang kini tengah menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Asya?!" Gavin segera berlari untuk mencari keberadaan Asya yang sudah lebih dulu meninggalkan tempat. Bahkan ia sampai harus menyingkirkan tubuh Tea dan Gea yang tadi berada di tengah pintu.
Gavin terus menerus memanggil nama Asya yang sama sekali tidak memperdulikannya. Ia yakin Asya pasti salah paham melihatnya tadi.
"Asya, tunggu!"
"Apa sih?" Asya menghempaskan tangan Gavin yang mencekalnya. Gadis itu menatap tajam ke arah Gavin sebelum akhirnya kembali melanjutkan perjalanan.
Namun belum sampai dua langkah, tangannya sudah terlebih dulu ditarik kembali Gavin. Bahkan kepala Asya sampai membentur dada bidang cowok itu. "Lepasin gue!"
"Nggak! Lo harus dengerin dulu penjelasan gue!"
"Penjelasan apa? Gue nggak ngerti?!"
"Penjelasan tentang apa yang lo liat barusan di UKS!" Gavin menjeda kalimatnya. Ia berjalan sembari tetap mencekal pergelangan tangan Asya. "Tapi sebelum itu, mata lo harus dikasih obat dulu!"

KAMU SEDANG MEMBACA
GAVIN
Genç KurguWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!! CERITA INI HANYA UNTUK DIBACA, BUKAN DI-COPY PASTE, DITULIS ULANG, DIJIPLAK, ATAU BAHKAN DIBAWA KE DUNIA NYATA!! "Kita putus!" Hampir setiap hari kalimat itu dilontarkan olehnya. Ia Gavin, playboy yang satu hari bisa m...