Kekunci

2K 122 0
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Selamat membaca!!!


🔆🔆🔆

Gavin mengenakan Hoodie putihnya. Malam ini, cowok itu beserta para sahabatnya akan pergi ke rumah Arkan. Hanya untuk sekedar bermain game atau sekedar mengobrol. Atau mungkin membahas pelajaran? Tapi sepertinya opsi terakhir tidak akan dilakukan oleh Gavin dan yang lainnya.

"Lo ikut Gav?"

Gavin menoleh ke arah pintu dan mendapati kepala kembarannya menyembul. Cowok itu kemudian mengangguk. Mengusap berkali-kali rambutnya ke belakang, membuat bekas jahitan di pelipis kanannya terekspos.

"Siapa aja yang udah di rumah Arkan?" tanya Gavin kemudian. Tangannya tergerak untuk meraih kunci motor di meja belajarnya.

Ia kemudian berjalan keluar mengikuti Davin.

Davin menarik kembali kepalanya karena kembarannya sudah keluar dari kamar. "Kenzo sama Varo."

Gavin mengangguk mengerti. Mereka berjalan menuju ke garasi rumah yang cukup luas karena diisi dengan dua mobil, dua motor ninja, dan satu motor Vespa milik papi.

Sebelum mereka sampai di garasi, tentunya harus melewati ruang tamu terlebih dahulu. Di ruang tamu, ada Mami mereka dan asisten rumah tangga. Biasa, kedua wanita itu tengah menonton acara favorit mereka.

"Kumenangis... membayangkan betapa kejamnya dirimu atas diriku...."

Kedua cowok itu menghela napas jengah, mendengus kesal. Setiap kali lewat di depan televisi, selalu saja lagu itu terputar. Entah dari televisi maupun dari pemutar musik.

Lagi tren di kalangan emak-emak.

"Kalian mau kemana?" tanya Intan, maminya Gavin dan Davin. Heran dengan penampilan kedua putranya yang seperti mau pergi kemana gitu. Ya karena memang mau pergi. Gavin yang memakai Hoodie putih, celana jeans hitam, dan sneaker putih hadiah dari Davin. Juga Davin yang penampilannya tak jauh berbeda dengan Gavin. Hoodie merah marun, celana jeans biru dongker, serta sneaker abu-abu.

Si kembar itu saling pandang sejenak, "Main!" jawab mereka secara bersamaan.

Intan menatap penuh selidik kedua putranya, "Kemana?"

"Rumah Arkan," ucap Gavin.

"Mau ngapain?"

"Main dong Mi...."

"Lah iya main apa? Main kan banyak definisinya, main catur, main game, main cewek." Intan sengaja menekankan kata 'cewek' agar kedua putranya merasa tersinggung.

Tapi nyatanya tidak.

"Main game."

"Di rumah kan bisa." Intan menatap tajam kedua putranya dengan kedua tangan yang ia lipat di depan dada.

Sedetik kemudian ia menghela napas panjang karena merasa percuma jika melarang mereka. "Yaudah sana! Jangan malem-malem pulangnya!"

"Yaudah kita berangkat dulu Mi!" Davin langsung menyerobot saja. Ia kemudian menarik Hoodie kembarannya buru-buru keluar. Sebelum masalah baru timbul dan mereka gagal main.

Kedua cowok itu akhirnya bernapas lega setelah melewati rintangan. Namun sepertinya mereka harus dihadapkan lagi dengan satu rintangan di depan rumah.

Gavin berpura-pura mengecek tanaman mawar yang berada di depan rumah, sementara itu Davin menyalakan keran air kemudian menyiramkannya pada halaman rumah. Entah apa gunanya.

GAVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang