***Asya sedikit bernapas lega karena sekarang cowok ber Hoodie abu-abu itu sudah memundurkan tubuhnya. Sebenarnya ia sangat takut jika harus berkomunikasi dengan cowok yang juga merupakan teman sekelasnya. Jangankan berkomunikasi, berdekatan saja ia sudah takut. Julukan 'berandal kelas' yang diberikan oleh teman-teman kelas sudah cukup membuatnya mati kutu hanya ketika menatap wajah dinginnya.
"Sebelum gue panggil orangnya, gue mau menegaskan sesuatu sama lo."
"Me... menegaskan apa?" Asya menatap wajah Aldo, namun hanya sekilas. Sebelum akhirnya ia kembali menunduk karena takut.
"Gavin. Cuman. Pura-pura. Sama. Lo!" Aldo mengucapkan kalimat tersebut penuh penekanan di setiap kata. Ia sama sekali tidak berbohong. Ia sama sekali tidak menambah atau memfitnah Gavin. Karena apa yang dikatakannya itu sepenuhnya benar. Cowok itu hanya ingin Asya mengetahui akal busuk seorang Gavin dibalik sifat tulusnya.
"Lo nggak punya bukti apapun soal itu!" Asya mencoba memberanikan diri membela Gavin. Bagaimana pun juga ia tidak akan membiarkan Aldo memfitnah Gavin seenaknya. Ia juga sudah terlanjur menaruh harapan besar pada Gavin.
Meskipun sedikit ragu dengan balasan perasaan Gavin untuknya.
Aldo tertawa, "Gue emang nggak punya bukti apapun," ia menjeda kalimatnya, "tapi coba deh Lo pikir pake logika! Selama ini Gavin sama Davin itu gonta-ganti pacar. Terus, kenapa tiba-tiba secara bersamaan mereka bertahan sama apa yang dimiliki sekarang?"
Asya terdiam di tempatnya. Kalimat yang diucapkan Aldo seolah sebagai tamparan keras untuknya. Ia berpikir Aldo ada benarnya juga. Dan sekarang Asya semakin ragu dengan Gavin. Belum lagi kejadian waktu itu dimana Gavin menggoda Zenny.
Asya menggeleng kuat, menepis segala pikiran negatifnya, "Omongan Lo nggak bisa dijadiin bukti yang kuat. Bisa aja mereka udah berubah, kan?"
Aldo menghela napas panjang, "Okelah, kalo Lo nggak percaya sama gue." Ia terlihat mengotak-atik ponselnya. "Mungkin ini waktunya gue panggil salah satu orang terdekat Gavin." Cowok itu kembali menyimpan ponselnya di saku jaket.
"Kita tunggu! Gue yakin lo nggak mungkin nggak percaya sama orang ini."
Asya meneguk ludahnya sendiri. Gadis itu menatap ujung koridor dimana seorang cowok terlihat berjalan mendekati mereka. Matanya menyipit tajam untuk memperjelas pandangannya. Jantungnya sudah berdetak lebih cepat melihat cowok tersebut semakin dekat dengannya.
Bagaikan disiram air dingin, tubuh Asya membeku di tempat. Matanya tak berkedip, sementara mulutnya kaku.
"E... Ezra?" lirih Asya. Tubuhnya sudah melemas. Sekarang Aldo benar, Asya tidak mungkin tidak percaya dengan omongan Ezra.
Ezra mendongak, tersenyum tipis dengan tatapan sendu. Cowok itu menghembuskan napas panjang. "Hai! Lo tau gue, kan?"
Asya diam di tempat. Matanya tak lepas dari wajah Ezra yang terbilang imut itu.
"Di sini gue nggak mau basa-basi lagi, gue cuman mau ngomong yang sebenernya aja sama lo." Ezra membasahi bibirnya yang terasa kering. Bisa tidak bisa ia harus mengatakannya. Cowok itu kembali menghembuskan napas panjang.
"Waktu itu, Arkan dapet ide ngadain tantangan khusus buat Davin sama Gavin." Ezra hanya memandangi ujung sepatunya. Ia tidak bisa melihat raut wajah Asya yang tentunya sudah tak karuan.
"Kita semua tau kalo Davin sama Gavin itu playboy, gonta-ganti pacar mulu." Cowok itu mendongak sekilas, menatap Asya yang terdiam dengan tatapan kosongnya. "Dan tantangannya itu... mengharuskan Davin sama Gavin bertahan sama satu cewek selama seratus hari."
KAMU SEDANG MEMBACA
GAVIN
Teen FictionWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!! CERITA INI HANYA UNTUK DIBACA, BUKAN DI-COPY PASTE, DITULIS ULANG, DIJIPLAK, ATAU BAHKAN DIBAWA KE DUNIA NYATA!! "Kita putus!" Hampir setiap hari kalimat itu dilontarkan olehnya. Ia Gavin, playboy yang satu hari bisa m...