Maaf

1.5K 104 10
                                    

Jangan lupa vote, komen, follow, dan share!!!

Dukungan dari kalian akan sangat membantu semangat penulis dalam melanjutkan cerita :)

Happy reading 🔥🔥🔥

***





Davin menengok ke seluruh penjuru kafe begitu kakinya menginjakkan diri. Cowok itu berusaha menemukan sosok yang mungkin sudah menunggunya agak lama. Lalu, tatapannya terkunci pada seorang cewek yang melambai girang ke arahnya. Davin hanya membalas lambaian tangan itu dengan senyuman tipis.

Ia mengayunkan kakinya mendekat. Tanpa disuruh lagi, cowok itu duduk di depan Siska.

"Mau pesen minuman dulu?"

Davin mengangguk, "Boleh."

Siska mengangkat tangannya memanggil pelayan kafe. Wajahnya begitu ceria. Sama seperti dulu. Davin tidak menyangka akan bertemu kembali dengan cewek yang dulu pernah mengisi hari-harinya. Dan jangan lupakan Gavin.

"Kamu mau yang mana?"

Davin menggeser buku menu di hadapan Siska. Cowok itu melihat-lihat daftar menu sebentar, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk memesan vanilla latte. Entah kenapa ia ingin sekali meminum vanilla latte.

Pelayan kafe yang berjenis kelamin perempuan itu menuliskan apa yang dipesan Davin. Ia kemudian pamit undur diri untuk membuatkan pesanan tersebut. Sebenarnya hanya menyampaikan pesanan tersebut pada orang di dapur. Ia hanya bertugas mencatat pesanan para pengunjung saja, juga mengantarkannya.

"Kamu nggak berubah, ya?" Siska meneguk jus lemonnya. Berbasa-basi sedikit sebelum berbicara ke inti.

Davin hanya tersenyum kecil menanggapinya. Kurang tertarik dengan topik kali ini. Menurutnya membuang waktunya yang berharga.

"Aku nyesel ninggalin kamu demi Gavin waktu itu," kata Siska lagi. Rautnya terlewat santai. Ia menghela napas panjang, memperhatikan sekeliling ruangan yang tampak ramai di jam segini.

Sekarang Davin sama sekali tidak mengukir senyumannya barang sedikit. Moodnya sudah menurun ketika topik pembahasan justru beralih pada topik yang paling tidak disukainya.

"Jadi ngomongin hal yang penting nggak? Gue harus cepet-cepet pulang nih," kata Davin yang mulai jengah.

Siska terkekeh kecil. Ia mengangguk seolah benar-benar paham dengan keadaan Davin.

Jus lemon kembali diteguknya.

Siska melipat kedua tangannya di atas meja, tatapannya terkunci pada Davin yang juga tengah menatapnya. "Gavin?"

Cowok yang mengenakan Hoodie berwarna hitam itu mengerutkan keningnya bingung. Cewek cantik di depannya ini suka sekali mempermainkan kata-kata yang membingungkan dengan kalimat setengah-setengahnya. Kenapa tidak dijelaskan langsung saja? "Maksudnya apa sih?" Davin mulai emosi.

Siska terdiam beberapa saat. Ia menarik tubuhnya ke belakang agar lebih rileks. "Gavin nggak parah, kan?"

Mulut Davin setengah terbuka. Hei, ayolah! Bisakah Siska berbicara langsung pada intinya saja? Tidak membuatnya pusing dengan pernyataan-pernyataan anehnya ini?

Melihat raut kebingungan Davin, Siska lagi-lagi terkekeh. Cewek itu mengangguk samar sembari tersenyum geli.

"Aku udah maafin Gavin, kok!"

Davin menggeram kesal. Bukan ini yang ingin ia dengar. Atau memang ini adalah hal penting yang dikatakan Siska?

Cowok itu hendak berdiri. Padahal pesanannya saja belum datang. "Gue pulang!"

GAVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang